Akhir Kekuasaan PDI P, Antara Perubahan , Tantangan dan Solusi

Headline1, Politik1163 Dilihat

Teras Malioboro News — Sejak mengusung sosok Joko Widodo sebagai kandidat presiden, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) telah menguasai pemerintahan selama 10 tahun terakhir. Namun, situasi politik terkini menghadirkan bayang-bayang perubahan signifikan dalam peta kekuasaan politik Indonesia.

Menyitir data survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA pada tahun 2023, PDIP menghadapi tantangan serius dari Partai Gerindra, yang berhasil meraih dukungan publik sebesar 19,5 persen, sedangkan PDIP hanya mencapai 19,3 persen.

Peristiwa ini menjadi sorotan banyak pengamat politik , karena merupakan kali pertama PDIP mengalami kekalahan dalam survei dukungan publik. Adanya pergeseran dukungan publik secara massal  dari PDIP ke Gerindra menjadi tren yang patut dicermati, meskipun sekitar 14,7 persen pemilih masih belum menentukan pilihannya  dalam  Pemilu 2024. Meskipun demikian, data ini terasa signifikan, dan jika disebar merata, mengindikasikan bahwa PDIP harus mengambil tindakan yang serius untuk mempertahankan posisinya.

Baca Juga : PDIP AKhirnya Pilih Mahfud MD Jadi Cawapres

Berdasarkan situasi terkini, PDIP diprediksi kesulitan untuk memenangi Pemilu 2024 apabila tidak ada perubahan dalam tren dukungan ini. Dalam upaya mempertahankan basis pemilihnya, PDIP kini sangat bergantung pada pemilih lansia yang berusia di atas 50 tahun, mencapai 23 persen dari total 35 persen pemilih.

Krisis kepercayaan publik  terhadap PDIP  terjadi sejak Juni 2023, ketika partai ini dianggap tidak lagi mencerminkan aspirasi masyarakat. Para pemilih pun berpindah haluan untuk memilih partai lain yang dirasakan sesuai dengan aspirasinya.

Migrasi pemilih ke partai lain terus berlangsung hingga Desember 2023. Trend ini semakin diperkuat oleh berkembangnya daya tarik Prabowo sebagai Presiden di kalangan kaum milenial, sementara kharisma Ganjar Pranowo meredup akibat beberapa blunder yang dilakukannya selama kampanye Pilpres.

Berbagai faktor telah menyumbang terhadap kekecewaan masyarakat terhadap PDIP. Di antaranya adalah sebutan “Petugas Partai,” penolakan terhadap Piala Dunia U-23, dan serangan politik dinasti yang ditujukan kepada Jokowi.  Namun pada sisi lain, kejadian ini justru menjadi berkah bagi Prabowo, yang kini berhasil mencapai dukungan publik sekitar 41 persen, menurut data LSI Denny JA.

Baca Juga : Riyanta : Penyelenggara Negara Wajib Netral

Jika Prabowo dan Gerindra, jika mampu mempertahankan momentum positif, berpotensi menggantikan dominasi yang telah lama diraih oleh PDIP.

Yang perlu diingat, Pemilu 2024 tinggal beberapa bulan lagi, dan dinamika politik yang cepat mengharuskan partai-partai untuk bersikap adaptif demi memenangkan hati pemilih.

Dalam menghadapi tantangan ini, PDIP harus segera merumuskan strategi pemulihan yang efektif. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah mendengarkan aspirasi masyarakat dengan lebih baik dan meresponsnya dengan kebijakan yang lebih relevan. Pemimpin partai perlu menjalankan peranannya dengan integritas dan transparansi untuk mendapatkan kembali kepercayaan publik yang terkikis.

Baca Juga : Ganjar Pranowo Resmi Ditunjuk Jadi Capres PDIP

Meskipun PDIP masih bertahan berkat dukungan lansia, partai ini harus lebih proaktif dalam menjangkau pemilih muda. Membangun platform dan kebijakan yang mengakomodasi aspirasi generasi muda dapat menjadi kunci untuk memperluas basis dukungan PDIP.

Selain itu, PDIP juga bisa  memanfaatkan kekuatan sejarahnya dalam memperjuangkan demokrasi dan keadilan sosial. Memori kolektif tentang peran PDIP dalam perjalanan demokrasi Indonesia dapat menjadi modal untuk memenangkan hati pemilih yang mulai meragukan partai. (*/Sulist Ds )

Komentar