Jurus Pengembang dan Perbankan Mengatasi Harga Rumah Makin Melambung

Teras Malioboro News—Menjadi magnet bagi pendatang, mendorong permintaan rumah tinggal di Jogja masih terus bertumbuh. Namun, pengembang menghadapi problem utama berupa harga tanah yang mahal, sehingga bukan hal yang mudah untuk memenuhi besarnya permintaan pasar atas rumah tinggal.

Ketua DPD Asosiasi Pengembang Perumahan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) DIY dan Jateng, Slamet Santosa mengakui, harga tanah yang mahal menjadi persoalan serius bagi pengembang di DIY. Backlog atau kesenjangan antara total hunian terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan masyarakat, masih besar.

“Terutama di Sleman, Kota dan Bantul. Ini problem serius bagi DIY, bagaimana kita bisa memenuhi permintaan pasar dalam kondisi harga tanah yang sudah terlampau mahal,” kata Slamet di sela-sela pembukaan Pesta Property Expo di Pakuwon Mall Yogyakarta, Senin (22/1/2024) sore.

Pameran properti ini melibatkan lebih dari 31 pengembang, dan masih akan berlangsung hingga 28 Januari 2024 mendatang.

Slamet menjelaskan, secara fakta di lapangan, permintaan rumah tinggal terbesar berasal dari kelas menengah ke bawah, dengan kisaran harga Rp 200 hingga Rp 400 juta rupiah. Padahal, bagi pengembang, membangun rumah dengan harga tersebut, nyaris tidak mungkin dilakukan di wilayah Sleman dan Bantul, apalagi Kota Jogja.

baca juga: Merapi Arsita Graha Berikan Diskon Spesial

Sehingga pengembang kemudian memilih untuk bergeser ke wilayah-wilayah pinggiran, seperti Gunungkidul dan Kulonprogo, yang harga tanahnya masih lebih terjangkau.

“Tapi, ini juga tidak mudah. Salah memilih lokasi, bisa-bisa rumah yang kita bangun sulit dipasarkan dan tidak menarik minat konsumen,” lanjutnya.

DIkatakan, bisnis perumahan di DIY masih didominasi oleh perumahan untuk menengah ke bawah. Segmen ini, sepanjang 2023 lalu tumbuh lebih dari 10 persen. Sedangkan segmen untuk perumahan menengah ke atas, hanya tumbuh 7 persen.

Slamet menuturkan, bisnis rumah menengah ke bawah utamanya rumah subsidi, masih tumbuh dengan baik. Terutama pasca pandemi covid-19. Tahun 2023, dari kuota rumah subsidi 220 ribu lebih, pada November sudah habis terserap. Untuk tahun ini, kuota hanya 160 ribu.

“Perkiraan kita pertengahan tahun sekira Juni-Juli, untuk kuota ini sudah akan habis. Sehingga harapan kami akan ada tambahan kuota untuk rumah subsidi atau FLPP,” katanya.

Branch Manager Bank BTN KC Yogyakarta, Arjuna Putra Kinasih, Branch Manager BTN KC Yogyakarta mengakui kendala yang dihadapi kalangan pengembang, menyangkut sulitnya mendapatkan lahan dengan harga terjangkau.

baca juga: 7 Tips Membeli Rumah Untuk Kaum MIllenial

Untuk mengatasi persoalan ini, pihaknya mengeluarkan berbagai jurus yang diharapkan dapat mendorong daya beli masyarakat menambahkan terhadap rumah tinggal.

“Kami perbankan, juga membantu dengan memberikan kemudahan pada repayment capacity (RPC) atau kemampuan konsumen membayar yang lebih longgar hingga maksimal 55 persen dari take home pay. Juga gimmicik-gimmick seperti bunga yang rendah, agar daya beli menjadi lebih baik,” katanya.

Upaya ini, kata Arjuna, cukup ampuh untuk menjaga iklim bisnis properti di DIY  agar tetap tumbuh.

Ia menyebut, tahun 2023 silam BTN membiayai pembelian lebih dari 500 unit rumah baru. Pembiayaan ini menjangkau rumah non subsidi dengan rentang harga Rp 200 hingga Rp 350 juta. Belum termasuk pembiayaan untuk rumah-rumah subsidi, yang di Jogja masih mendominasi penjualan rumah baru.

“Kami optimistis, tahun 2024 ini bisnis properti di DIY masih akan terus bertumbuh, seiring dengan terus meningkatnya kebutuhan rumah tinggal dari masyarakat.

baca juga: Dipasarkan 60 Unit Rumah di Griya Kuantan, Lokasi Premium Untuk Harga Terbaik

Ia mengakui, harga tanah menjadi problem utama bagi bisnis properti di Jogja. Ia mencontohkan, masyarakat berpenghasilan sekitar Rp 8 juta, ternyata belum mampu menjangkau harga rumah di kisaran Rp 1 miliar. Untuk itulah, pengembang kemudian menyiasatinya dengan membangun rumah-rumah dengan kisaran harga yang tidak jauh selisihnya dari harga rumah bersubsidi. (suwarjono)

Komentar