Teras Malioboro News – Tawakal adalah menyerahkan dan memasrahkan hasil dari usaha dan ikhtiar yang telah kita lakukan, semata-mata hanya kepada Allah. Hanya berharap, bergantung, dan bersandar sepenuhnya kepada keputusan dan ketetapan Allah.
Ada tiga hal mendasar dari arti dan makna tawakal di atas. Pertama, tawakal hanya ada, setelah terlebih dahulu, rencana kita susun dengan matang. Kita meyakini, itulah rencana terbaik yang dapat kita rancang. Hasilnya, kita pasrahkan kepada keputusan Allah. Hati kita tenang sewaktu merealisasikannya di dalam kenyataan.
“Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.” (QS. 3 : 159)
Kedua, setelah kita rencanakan dengan baik, kita realisasikan rencana tersebut dengan cara dan upaya yang terbaik pula. Kemudian, kita serahkan dan pasrahkan hasil dari usaha yang telah kita upayakan kepada ketetapan Allah yang Maha Rahman. Hati kita tenang di dalam menjalankan dan sesudah melakukan.
“Wahai Rasulullah, apakah saya ikat unta, lalu saya bertawakal kepada Allah ataukah saya lepas saja sambil bertawakal kepada-Nya ? Rasul menjawab : “Ikatlah dulu untamu itu, kemudian baru engkau bertawakal !” (HR. At-Tirmidzi)
“Seandainya kalian sungguh-sungguh bertawakal kepada Allah, sungguh Allah akan memberi kalian rezeki sebagaimana Allah memberi rezeki kepada seekor burung yang pergi dalam keadaan lapar dan kembali dalam keadaan kenyang.” (HR. At-Tirmidzi)
Baca juga : Keutamaan Tawakal
Ketiga, tawakal hanya ada pada kepasrahan penuh, menyerahkan hasil dari apa yang telah kita rencanakan dan upayakan kepada keputusan dan ketetapan Allah. Kita bergantung sepenuhnya kepada keputusan Allah. Kita bersandar seutuhnya kepada ketetapan Allah.
Hal tersebut didasarkan pada keimanan dan keyakinan yang kokoh bahwa hasil dari upaya dan usaha yang kita hamparkan, sepenuhnya menjadi kewenangan Allah. Bukan kewenangan kita. Tugas dan wilayah kita adalah merencanakan dengan baik dan berupaya sebaik dan seoptimal yang bisa kita lakukan.
“Dan jika Allah menimpakan suatu bencana kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. 10 : 107)
Di samping itu, kita menyadari bahwa apapun hasil yang Allah tetapkan, pasti baik bagi kita. Sebab, Allah adalah Dzat yang Maha mencintai dan Menyayangi kita. Dzat yang Maha Mengetahui dan Mengerti tentang kita.
“Sungguh, Allah tidak akan menzalimi seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan (sekecil zarrah), niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan pahala yang besar dari sisi-Nya.” (QS. 4 : 40)
“Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. 2 : 216)
Sampai di sini, satu hal perlu kita garis bawahi sebagai kesimpulan bahwa tawakal adalah sifat dan sikap kita yang sadar pada keterbatasan dan posisi kita sebagai hamba Allah. Kita menyadari, hanya diberi kewenangan dalam merencanakan, berupaya, dan berdoa. Sedangkan soal hasil merupakan sepenuhnya kewenangan dan kekuasaan Allah.
Oleh karena itu, kita tidak sibuk memikirkan hasil. Tapi sibuk meningkatkan kualitas iman dan taqwa. Tapi sibuk memperbaiki dan menyempurnakan rencana serta upaya yang kita hamparkan. Dengan demikian, tawakal bukan sifat dan sikap fatalistik dan menyerah kalah.***
1 komentar