Teras Malioboro News – Di tengah hangatnya pagi Rabu, 23 April 2025, suasana Balai Kota Yogyakarta terasa berbeda. Tak sekadar gedung pemerintahan, hari itu ia menjelma menjadi ruang dialektika penuh ide, apresiasi, dan harapan untuk Yogyakarta yang lebih utuh dan istimewa. Wali Kota Yogyakarta, Dr (HC) dr Hasto Wardoyo SpOG (K), baru saja menerima tamu-tamu istimewa yang tak hanya membawa ucapan selamat atas pelantikannya sebagai Wali Kota periode 2025–2030, tapi juga menyuguhkan gagasan segar dan gerakan yang menyentuh akar-akar jiwa bangsa.
DR Haryadi Baskoro, penulis sekaligus pakar Keistimewaan DIY, hadir bersama Pulung W. Pinto (Founder HP Management & Consultants) dan Arief Arianto (Ketua Gerakan Kebangsaan Indonesia Terang). Dalam pertemuan itu, Haryadi menyerahkan buku karyanya berjudul “Kuliah Keistimewaan Yogya”, diterbitkan oleh Graha Ilmu. Bukan sekadar buku, melainkan manifestasi dari kecintaan terhadap Yogyakarta dan keyakinan bahwa Keistimewaan bukan hanya warisan, tapi tanggung jawab bersama.
Buku tersebut menekankan bahwa denyut istimewa Yogyakarta terletak pada sinergi lima unsur yaitu Kraton, Kaprajan (pemerintah), Kampus, Kampung, dan Komunitas—sebuah konsep 5K yang menjadi ruh pembangunan daerah. Haryadi juga memaparkan pentingnya kolaborasi AGCC yaitu Academia, Government, Community, dan Business, agar keistimewaan tak hanya hidup dalam teks, tapi nyata dalam aksi.
Dalam suasana penuh semangat, Pulung W. Pinto mengusulkan agar Balai Kota menjadi tuan rumah Forum Group Discussion (FGD) bulanan yang membedah buku “Kuliah Keistimewaan Yogya”. Tak sekadar diskusi elite, forum ini ditujukan untuk melibatkan anak-anak muda, seniman, budayawan, sutradara, hingga profesional, agar semangat Keistimewaan menjadi milik bersama, bukan milik segelintir kalangan.
Baca Juga : Perburuan Emas Terus Meningkat, Deposito Emas Pegadaian Tembus 1 Ton
Usulan ini langsung disambut positif oleh Hasto Wardoyo. Bagi Hasto, Wali Kota bukan sekadar jabatan administratif, tapi peran kolektif untuk membentuk masa depan. Ia percaya bahwa kemandirian adalah kunci. Tak hanya mandiri dalam produksi dan konsumsi, tapi juga dalam cara berpikir, mencipta, dan bermakna. “Kita harus bisa berdikari, tidak terjebak dalam dominasi kapitalis dan terus mengandalkan produk luar,” tegasnya.
Di sisi lain, Arief Arianto membawa kabar tentang terbentuknya Gerakan Kebangsaan Indonesia Terang (GKIT) pada 19 April 2025 di Yogyakarta. GKIT bukan ormas, melainkan jaringan lintas sektor yang berkomitmen membina nasionalisme dan merangkul SDM Indonesia untuk menjaga persatuan. Sebuah gerakan sunyi namun kuat, menyulam semangat kebangsaan dari bawah ke atas.
Tak berhenti di sana, Pulung W. Pinto kembali menyampaikan usulan mendalam yaitu “Pulang ke Dalam Diri”, sebuah program Self Healing Workshop yang digagas bersama Sumiyar Mahanani, pendiri Sekolah Merdeka Yogyakarta. Workshop ini akan menjadi ruang aman bagi pegawai Balai Kota untuk merawat kesehatan mental dan emosional melalui praktik kesadaran penuh (mindfulness), refleksi batin, dan rekonsiliasi diri.
“Pulih adalah warisan terbaik,” ujar Pulung, “karena dari jiwa yang utuh, lahir pemimpin, pegawai, sahabat, pasangan, dan warga negara yang tak lagi hidup dari luka, tapi dari cinta.”
Hasto tampak tertarik dan mengapresiasi penuh. Bagi seorang dokter sekaligus pemimpin, ia paham betul bahwa pembangunan tak hanya tentang infrastruktur, tetapi juga tentang membangun manusia—jiwa, hati, dan pikirannya.
Baca Juga : Asmirandah dan Chloe: Duo Ibu-Anak yang Tumbuh dengan Nutrisi Cinta
Audiensi yang berlangsung hangat dan akrab itu bukan sekadar silaturahmi, tapi peneguhan bahwa Yogyakarta adalah kota gagasan, kota dialog, dan kota yang tak lelah merangkul kebaikan dari segala arah. Balai Kota hari itu menjadi saksi bahwa masa depan istimewa bisa dirancang bersama—antara gagasan besar dan hati yang pulih. (Chaidir)