Teras Malioboro News – “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS. 14 : 7)
Ayat tersebut memuat janji Allah. Adanya banyak pertumbuhan dan pertambahan nikmat yang kita hirup, di dalam setiap syukur yang kita tebar dan tabur. Ada banyak pertumbuhan dan pertambahan kebahagiaan di sepanjang hidup, dalam setiap rasa syukur yang kita seduh dan kayuh.
Atas dasar itu, Al Kindi menuliskan dengan indah : “Ia yang selalu bersyukur. Musim seminya, tidak akan pernah bertemu dengan musim gugur.” Lalu, orang bijak menegaskan : “Jangan menunggu bahagia baru bersyukur. Tapi, bersyukurlah, supaya kamu bahagia.”
Kita diingatkan ayat Al Quran yang memberi perumpamaan tentang kalimat yang baik. Seperti pohon yang akarnya menghujam ke bumi. Cabangnya menjulang menembus tinggi ke langit. Seijin Allah, ia berbuah sepanjang musim tanpa henti.
Baca Juga : Bersyukur, Hulu dan Hilirnya Kebahagiaan
Begitu pulalah rasa syukur dengan buahnya berupa kebahagiaan yang manis dan harum mewangi. Rasa syukur, seumpama juga serbuk sari. Menumbuhkan kebahagiaan, kemanapun angin membawanya pergi.
Para ahli kemudian meneliti dan memperoleh bukti. Bersyukur menyehatkan mental dan psikis. Bersyukur membuat kita lebih optimis. Bersyukur menjadikan kita lebih rendah hati. Bersyukur membuat kita lebih peduli. Bersyukur menjadikan kita lebih mudah berbagi. Bersyukur mengundang bahagia mendekati dan menghampiri.
Secara sederhana, syukur dapat kita sebut dengan ungkapan terimakasih kepada Allah atas nikmat yang Allah berikan. Kemudian, nikmat itu kita manfaatkan dan daya gunakan, sesuai dengan keinginan Allah. Semua itu kita lakukan semata-mata karena Allah. Semata-mata dalam rangka mendekat sekaligus menggapai ridho Allah.
Paling kurang ada empat tahapan dalam bersyukur. Pertama, meyakini dan menyadari bahwa nikmat yang kita peroleh, sepenuhnya pemberian Allah yang Maha Kasih. Kedua, lidah kita terus-menurus dihiasi dengan zikir dan pujian atas nikmat yang Allah beri. Ketiga, kita manfaatkan dan daya gunakan nikmat yang Allah anugerahi, sesuai dengan apa yang Allah ingini serta kehendaki. Keempat, kita rawat sebaik mungkin, nikmat yang Allah titipi, dengan sepenuh hati.
Allah beri kita hidup sampai hari ini. Kita sadari dan yakini, semua itu anugerah dan seijin Allah dapat terjadi. Memuji Allah, lidah terus kita basahi. Kita manfaatkan hidup yang Allah beri dengan beribadah dan memakmurkan bumi. Terakhir, kita rawat diri kita sebaik mungkin. Baik phisik maupun psikis. Lahir maupun batin.
Bagaimana tips atau jurus agar kita tetap dan mudah bersyukur di segala cuaca? Berkenaan dengan hal ini, Rasul memberi tips jitu : “Perbanyak merunduk ke bawah!” Kemudian, atas dasar itu, Imam Ghazali memberi saran agar kita selalu melihat ke bawah dan memandang sisi positif dari apa yang kita miliki dan alami. Orang Jawa menyederhanakan dalam ungkapan dan filsafat : “Untung…”
“Untung cuma motornya yang keserempet, coba kalau orangnya ikut jatuh. Untung hanya lecet-lecet, tidak patah dan luka serius. Untung masih hidup, meski luka serius, kalau mati, kasihan anak dan istri.”
“Untung masih punya sepatu, meski jelek dan sedikit robek. Dari pada tidak punya sama sekali. Untung, hanya tidak punya sepatu. Coba kalau tidak punya kaki.”
Jadi, bersyukur jangan berhenti. Apapun yang kita miliki dan alami saat ini. Sehingga, ia menjadi embun dan gerimis di hati. Menumbuhkan benih keteduhan dan kebahagiaan dalam kehidupan yang kita jalani dan tapaki. Bahkan esok nanti, saat kita pulang menghadap yang Maha Kasih, kita kembali sebagai jiwa yang tenang dan diridhoi.***
This was beautiful Admin. Thank you for your reflections.