Teras Malioboro News — Bekicot, atau yang dikenal sebagai siput darat, sering dianggap sebagai makanan eksotis di beberapa negara. Namun, bagaimana pandangan Islam mengenai konsumsi hewan ini? Dalam Islam, hukum makanan dan minuman diatur secara detail, termasuk ketentuan mengenai jenis hewan yang boleh atau tidak boleh dikonsumsi. Para ulama memiliki berbagai pendapat tentang hukum mengonsumsi bekicot, dengan argumen dan dalil yang beragam.
1. Fatwa dan Dasar Hukumnya
Mayoritas ulama mengacu pada prinsip-prinsip yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits terkait kehalalan atau keharaman suatu makanan. Dalam pandangan umum, hewan yang hidup di dua alam (baik darat maupun air) umumnya dianggap tidak halal. Bekicot dianggap oleh sebagian ulama sebagai hewan yang hidup di dua alam karena ia dapat hidup di tempat yang lembap dan berair maupun di daratan. Oleh sebab itu, beberapa ulama dari mazhab Syafi’i dan Hanafi menyatakan bahwa bekicot tidak halal untuk dikonsumsi.
Di sisi lain, sebagian ulama memperbolehkan konsumsi bekicot dengan alasan bahwa ia adalah hewan darat dan tidak memiliki kemiripan dengan hewan yang haram. Mazhab Maliki, misalnya, mengizinkan konsumsi bekicot karena dianggap tidak memiliki sifat yang menjadikannya najis atau haram.
2. Perspektif Ulama Kontemporer
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi pangan, beberapa ulama kontemporer mengkaji ulang hukum bekicot dengan mempertimbangkan manfaatnya bagi kesehatan dan aspek kehalalannya. Beberapa ahli menyatakan bahwa bekicot mengandung protein tinggi dan dapat bermanfaat dalam kondisi tertentu. Namun, ulama tetap menekankan bahwa konsumsi suatu makanan bukan hanya soal manfaat kesehatan, tetapi juga soal kehalalan sesuai syariat.
Baca Juga : Halo Pecinta Kuliner, Kini Pendopo Lawas Juga Buka Pagi Lho..
3. Faktor Kebersihan dan Kesehatan
Bekicot sering ditemukan di tempat yang kotor dan lembap, sehingga ulama juga mempertimbangkan faktor kebersihan sebagai salah satu alasan keharamannya. Kebanyakan ulama menyarankan untuk menghindari konsumsi bekicot jika hewan tersebut dipandang sebagai makhluk yang tidak bersih atau memiliki risiko menimbulkan penyakit. Di sisi lain, jika bekicot dibudidayakan dengan cara yang bersih dan diawasi dengan ketat, beberapa ulama berpandangan bahwa ini bisa mengubah pandangan tentang konsumsinya.
Secara umum, fatwa mengenai konsumsi bekicot masih memiliki perbedaan di antara para ulama. Mazhab Syafi’i dan Hanafi cenderung mengharamkannya, sementara Mazhab Maliki lebih permisif. Namun, menjaga kehalalan dan kebersihan makanan sangat ditekankan, dan setiap muslim dianjurkan untuk mengikuti fatwa yang sesuai dengan keyakinan dan panduan mazhab yang dianutnya.
Untuk itu, guna memastikan kehalalan suatu makanan, sebaiknya berkonsultasi dengan ahli fiqih atau lembaga fatwa yang berwenang. (*/)
Komentar