Teras Malioboro News — Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 di Indonesia menjadi sorotan media nasional maupun luar negeri. Sebab, momen ini dianggap penting karena Pilpres merupakan ajang pemilihan pemimpin negara yang akan menentukan arah Indonesia dimasa yang akan datang.
Salah satu momen krusial dalam pesta demokrasi ini adalah debat antar calon presiden. Meskipun dirancang sebagai wadah penyampaian visi, misi, dan gagasan calon pemimpin, debat Pilpres seringkali diwarnai oleh nuansa yang lebih keras, bahkan hingga menyeret persoalan pribadi, yang menciptakan atmosfer yang lebih mirip dengan “ajang bully” daripada pertukaran gagasan inovatif konstruktif dan futuristik. Satu fenomena yang mencuat adalah sikap keras dan retorika tajam antar calon, yang sering kali melampaui batas profesionalitas.
Dari sejumlah debat yang telah diselenggarakan, calon pemimpin seringkali terlibat dalam serangan pribadi, merendahkan lawan politik, atau bahkan menggunakan istilah merendahkan untuk menjatuhkan lawan debat. Hal ini membuat debat Pilpres yang seharusnya menjadi platform untuk membangun pemahaman publik malah menjadi ajang perang kata-kata yang tidak produktif.
Baca Juga : Hafidh Asrom Percepat Perjuangkan Program Beasiswa Istimewa Bagi Warga DIY
Pertanyaannya, apa yang memicu dinamika ini? Ekspetasi massa yang tercermin melalui media sosial terlihat begitu dominan sehingga mendorong calon untuk mengambil jalan pintas . Mereka kemudian memainkan strategi dengan menciptakan kontroversi dan mengadopsi sikap agresif.
Sayangnya, narasi yang disampaikan lebih sering mengalahkan substansi, karena pasangan calon seringkali merasa terdorong untuk menonjolkan diridihadapan lawan daripada mengulas program unggulan mereka.
Untuk itu, kualitas debat Pilpres harus ditingkatkan. Penekanan pada substansi dan peninjauan berbagai isu krusial harus menjadi fokus utama, sementara serangan pribadi dan retorika yang merendahkan harus dilarang.
Moderator dan panelis debat yang memegang peran sentral dalam mengarahkan jalannya diskusi harus bersikap tegas serta memastikan bahwa pertanyaan yang diajukan memiliki relevansi dengan isu-isu krusial yang dihadapi bangsa. Selain itu, mereka harus mampu mengontrol suasana agar tidak terlalu terpengaruh oleh dinamika negatif yang bisa merugikan kualitas debat.
Baca Juga : KPU DIY Matangkan Ketentuan Jadwal Kampanye Pemilu 2024
Penting juga untuk melibatkan publik dalam menyampaikan pertanyaan atau isu-isu yang dianggap penting. Partisipasi publik dapat memberikan sentuhan demokratis yang lebih kuat pada debat, dan pertanyaan dari masyarakat bisa mencerminkan kekhawatiran dan kebutuhan riil yang dihadapi oleh warga negara.
Selain itu, pihak penyelenggara debat perlu memperkuat peraturan dan etika yang mengatur jalannya diskusi. Memberikan sanksi tegas terhadap serangan pribadi dan retorika merendahkan dapat menciptakan kebiasaan positif dalam memandu diskusi. Semakin ketat aturan tersebut, semakin tinggi peluang terciptanya debat yang lebih konstruktif dan informatif.
Sebab, dengan menjaga integritas dan kualitas debat Pilpres 2024, kita dapat memastikan bahwa pemilihan pemimpin dilakukan atas dasar pemahaman yang mendalam dan fakta yang akurat.
Sebagai bagian dari masyarakat, kita memiliki kekuatan untuk membentuk proses demokrasi, dan oleh karena itu, penting untuk bersatu dalam upaya menciptakan debat yang bermakna dan berdampak positif bagi Indonesia. (*/Sulist Ds )
Komentar