Teras Malioboro News – Dunia maya ramai dengan desain bangunan istana negara di Ibu Kota Nusantara. Banyak mengkritik, bangunan itu seperti gua kelelawar dan berkesan menyeramkan. Ada juga yang mengkritik tentang posisi Kepala Garuda yang oleh I Nyoman Nuarta selaku perancang bangunan dibuat menunduk, bukannya menengadah.
Posisi kepala Garuda yang menunduk tentu bukan dibuat sembarangan. Gerakan sederhana ini ternyata mengandung makna simbolis yang kaya dan mendalam.
Posisi yang mencerminkan nilai-nilai luhur serta dinamika batin seperti yang banyak terdapat dalam karakter pewayangan.
Dalam jagad Pakeliran , hampir semua Ksatria digambarkan dengan posisi kepala yang menunduk. Posisi ini diasosiasikan dengan sikap rendah hati, mengakui keberadaan dan kekuatan yang lebih tinggi.
Ini adalah cerminan dari nilai-nilai spiritual yang mendasar dalam budaya Jawa, di mana seseorang dituntut untuk selalu bersikap tawadhu’ dan tidak sombong.
Baca Juga : 60 Persen Pekerja Proyek IKN Berasal Dari Pekerja Migran
Selain itu, menundukkan kepala juga merupakan bentuk penghormatan kepada orang yang lebih tua, guru, atau sosok yang dianggap memiliki wewenang. Tindakan ini menunjukkan sikap patuh dan menghormati hierarki sosial yang berlaku dalam masyarakat Jawa.
Posisi ini juga bisa menjadi ekspresi penerimaan terhadap takdir atau kehendak Tuhan. Ketika seseorang menerima nasibnya dengan lapang dada, ia akan menunjukkan sikap pasrah dan tenang.
FILOSOFI
Dalam pewayangan, posisi kepala bukanlah sekadar gerakan fisik, melainkan mengandung makna simbolis yang kaya dan mendalam. Melalui gerakan sederhana ini, kita diajak untuk merenungkan nilai-nilai luhur seperti kerendahan hati, hormat, kesabaran, dan penerimaan. Pemahaman terhadap filosofi di balik posisi kepala menunduk dapat memperkaya apresiasi kita terhadap keindahan dan kedalaman cerita pewayangan. Setidaknya ada 3 makna yang dapat disimpulkan dari posisi kepala yang menunduk, yaitu :
- Keselarasan dengan Alam Semesta: Posisi kepala menunduk dapat diartikan sebagai upaya untuk menyelaraskan diri dengan ritme alam semesta. Bumi sebagai pusat dari segala sesuatu menjadi simbol kerendahan hati dan penghormatan terhadap kekuatan yang lebih besar.
- Pencarian Keseimbangan: Melalui sikap rendah hati dan penerimaan, seseorang dapat menemukan keseimbangan batin dan hidup harmonis dengan lingkungan sekitarnya.
- Pentingnya Etika dan Moral: Nilai-nilai etika dan moral seperti hormat, kesabaran, dan kerendahan hati menjadi fondasi bagi kehidupan yang bermakna. (*/Sulist Ds )
Komentar