Gelar Pelatihan Hisab Rukyat, IKADI Ingin Umat Lebih Memahami Penentuan Awal Bulan Kalender Islam  

Headline1, Jogja Raya407 Dilihat

Teras Malioboro News—Penentuan awal kalender Islam, termasuk penentuan awal Ramadan dan 1 Syawal, seringkali berbuntut perdebatan. Untuk mengeliminir hal itu dan lebih meningkatkan pemahaman umat, Ikatan Da’i Indonesia (IKADI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menggelar Pelatihan Hisab Rukyat, Minggu (9/2/2025). Pelatihan melibatkan 60 peserta dari berbagai wilayah berlangsung di Ruang Sidang DPRD DIY.

Ketua IKADI DIY, Ustadz Endri Nugraga Laksana, M.H., mengatakan, pelatihan bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan peserta dalam melakukan hisab rukyat, metode pengamatan bulan untuk menentukan awal bulan dalam kalender Islam.

Diharapkan, pelatihan ini dapat memperkuat kesadaran masyarakat akan pentingnya hisab rukyat, dalam menentukan waktu-waktu ibadah. Pelatihan ini dibuka oleh Drs. H. Sa’ban Nuroni, M.A., Kepala Bidang Urusan Agama Islam (URAIS) Kemenag DIY.

Adapun narasumber yang tampil, adalah Ustaz Endri Nugraha Laksana, M.H., menyampaikan materi tentang Fikih Hisab Rukyat. Dan Dr. Ing. Rinto Anugraha, S.Si., M.Si., pakar astronomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), membahas teori dasar hisab rukyat.

Ustadz Endri mengungkapkan, bahwa ilmu hisab dan rukyat sangat penting, meskipun kurang diminati oleh banyak orang, termasuk mahasiswa.

“Ilmu hisab atau astronomi memiliki perhitungan yang kompleks, sehingga tidak banyak yang tertarik mendalaminya,” ujarnya.

Ia menambahkan, bahwa perbedaan penentuan awal Ramadan sering kali memicu perdebatan, karena ada yang berpegang pada metode hisab dan ada yang menggunakan rukyat. “Sayangnya, banyak yang berdebat tanpa memahami ilmunya. IKADI merasa terpanggil untuk menggelar pelatihan ini, agar peserta bisa memahami dan menjelaskan alasan di balik perbedaan tersebut,” jelasnya.

Menurut Ustaz Endri, hisab adalah metode astronomi berbasis perhitungan matematis dan fisika, untuk menentukan awal bulan hijriah. Sedangkan rukyat mengharuskan pengamatan langsung terhadap hilal. “Tidak semua orang bisa melakukan rukyat, karena diperlukan pengetahuan yang mendalam serta kejujuran dalam pengamatan,” tambahnya.

Di Indonesia, terdapat beberapa titik lokasi rukyat. Jika hilal tidak terlihat di Yogyakarta, tetapi terlihat di Jakarta, maka hal itu menjadi pertimbangan. Saat ini, metode hisab dan rukyat juga semakin terintegrasi dengan kerja sama antara Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS).

“MABIMS mengombinasikan hisab dan rukyat. Hisab menentukan ketinggian bulan minimal 3 derajat dengan sudut elongasi 6,4 derajat. Jika memenuhi kriteria bulan baru, maka rukyat dilakukan sebagai verifikasi,” jelasnya.

Pelatihan ini menggunakan metode hisab di ruang pelatihan, sedangkan rukyat dilakukan di Parangtritis. “Teorinya dipelajari di sini, praktiknya dilakukan di lapangan,” ujar Endri.

Ia menegaskan, bahwa pelatihan ini bukan bertujuan untuk mendukung satu lembaga tertentu dalam menentukan awal Ramadan atau Syawal, melainkan sebagai sarana edukasi dan pemahaman perbedaan.

“Setelah memahami ilmu hisab dan rukyat, peserta diharapkan tidak serta-merta menentang hitungan pemerintah atau lembaga lain seperti Kemenag, Muhammadiyah, dan NU. Kita harus tetap menghormati keputusan yang ada,” katanya.

“Intinya, kami tidak membuat fatwa baru. Cukup memahami ilmunya dan menyikapi perbedaan dengan bijak,” imbuhnya.

Selain teori, peserta juga melakukan praktik hisab rukyat menggunakan aplikasi Accurate Time 5.7. Mereka diberikan tugas untuk menghitung awal Ramadan dan Syawal 1446 H, yang dipandu oleh Tim Hisab Rukyat IKADI DIY.

IKADI DIY berharap pelatihan ini dapat meningkatkan pemahaman masyarakat tentang hisab rukyat, sehingga mampu menyikapi perbedaan dalam penentuan awal bulan hijriah dengan lebih bijak. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *