Ini Alasan Larangan Menikah di Bulan Suro

Teras Malioboro News —  Menikah merupakan hal yang sangat mulia. Bahkan sangat dianjurkan bagi pasangan yang telah mantap untuk memasuki jenjang kehidupan rumah tangga. Meskipun demikian, sebagian masyarakat Jawa percaya bahwa prosesi pernikahan tidak dapat dilaksanakan setiap saat.

Terutama pada bulan Asyura atau Sura, pelaksanaan pernikahan diyakini dapat membawa sial atau malapetaka dalam kehidupan berumah tangga. Mengapa demikian ?

Bulan Asyura atau atau orang Jawa menyebutnya sebagai bulan Suro merupakan saat terjadinya peristiwa pembunuhan terhadap cucu Nabi Muhammad SAW yang bernama Sayyidina Husein dan para pengikutnya . Mereka dibunuh oleh pasukan Yazid bin Muawiyah saat terjadi pertempuran di Padang Karbala . Peristiwa tersebut tepatnya terjadi 10 Muharram.

Baca Juga : Dinas Kebudayaan DIY Kecam Prosesi Pernikahan  Anjing Luna dan Jojo

Untuk mengenang peristiwa tersebut, sebagian masyarakat mengangap bulan Asyura sebagai bulan berkabung sehingga tidak pantas melaksanakan pesta atau hajatan apapun yang bersifat bersenang-senang.

Jika dilanggar, diyakini kehidupan bertumah tangga akan diliputi masalah, kesialan dan kesulitan rejeki. Untuk itu, pasangan tidak dianjurkan untuk menikah pada bulan Asyura.

Alasan lain, Bulan Suro diyakini memiliki energi negatif yang kuat, sehingga menjalani pernikahan di bulan ini dapat membuka jalan bagi masalah dan konflik dalam pernikahan karena dipercaya bahwa energi negatif ini dapat mempengaruhi hubungan antara suami dan istri.

Baca Juga : Perlu Strategi Khusus Dalam Pelestarian Kawasan Cagar Budaya

Larangan menikah di Bulan Suro dipengaruhi oleh tradisi dan kepercayaan masyarakat setempat. Beberapa daerah atau kelompok masyarakat di Jawa mungkin memiliki keyakinan khusus terkait dengan bulan ini yang menyebabkan larangan menikah pada waktu tersebut.

Namun, perlu diingat bahwa mitos dan kepercayaan ini berasal dari budaya dan tradisi masyarakat Jawa. Pandangan ini dapat berbeda di antara individu-individu dan kelompok-kelompok yang berbeda, tergantung pada latar belakang budaya dan keyakinan masing-masing. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *