Jiwa Merdeka : Ahlan wa Sahlan 2024

Ustadz Sujarwo

Headline1, Oase270 Dilihat

Teras Malioboro News – Jiwa merdeka berawal dari keyakinan hati. Hanya bersandar dan bergantung kepada Allah. Hanya menghamba kepada Allah. Hanya menjadi pegawai dan kurirnya Allah. Hanya ingin mewujudkan perintah dan keinginan Allah.

Sebab, selain Allah, fana. Selain Allah, terbatas dan berbatas. Selain Allah, lemah dan tidak berdaya. Selain Allah, tidak tahu apa-apa dan tidak bisa berbuat apa-apa.

Oleh karena itu, orang yang merdeka adalah orang yang hatinya hanya terikat kepada Allah. Orang yang merdeka adalah orang yang hatinya tidak terpenjara oleh hawa nafsunya.

Orang merdeka selalu melangkah di jalan yang lurus. Ikhlas nafas hidupnya. Semua dilakukan karena Allah. Allah dulu. Allah lagi. Allah terus.

Baca Juga : Kematian, Pemutus Kesempatan

Orang merdeka tidak kuatir terhadap hasil dari ikhtiar yang ia lakukan. Kepada Allah, semua hasil ia pasrahkan. Tawakal yang jadi pegangan.

Orang merdeka menerima segala kejadian dan keadaan yang datang dalam kehidupan. Bahkan, keadaan dan kejadian yang paling tidak diharapkan.

Bila kejadian yang tidak diinginkan datang, ia terima dengan lapang dada dan hati senang. Sabar yang ia hamparkan.

Yakin terhadap ketetapan dan pemeliharaan Allah yang Maha Rahman. Seijin Allah semua kejadian. Pasti dilandasi kasih sayang. Pasti sesuai kemampuan. Pasti baiknya bagi kehidupan.

Sementara, bila yang berkunjung kejadian dan keadaan yang ia impikan. Syukur yang ia panjatkan.

Kepada Allah pujian ia kembalikan dan beri. Ia jadikan sarana berbagi dan melayani. Ia jadikan rahmat bagi sesama dan semesta. Hatinya tetap merunduk dalam.

Allah beri kita teladan, orang yang memiliki hati dan jiwa merdeka. Mereka para Nabi dan Rasul pilihan. Dalam Al Quran, kisah mereka kita temukan.

Baca Juga : Jauhi Iri Hati Dan Dengki

Muhammad Rasulullah. Memilih menentang penyembahan berhala, ketimpangan, ketidak adilan, dan kemerosotan moral. Menanggung resiko direndahkan, disebut sebagai penyihir dan orang gila. Dikucilkan dan dimiskinkan. Bahkan, dibully, diintimidasi, dan terancam dibunuh mati.

Begitu pula, Nuh. Dijadikan bahan tertawaan dan direndahkan. Dibully dan dianggap gila. Bukan hanya oleh tetangga dan masyarakat. Bahkan, oleh istri dan anak sendiri.

Terakhir, saya mesti menyebut Musa. Nekat melawan Firaun. Kaya, kuat, dan sangat berkuasa. Bahkan, dengan arogan mengaku Tuhan. Tapi Musa tetap maju ke depan mengingatkan dan meneriakkan kebenaran.***

Komentar