Kalah di 4 Propinsi Besar, Alarm Bahaya Bagi PDIP

Headline1, Politik628 Dilihat

Teras Malioboro News –  Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 menjadi panggung yang penuh kejutan bagi dunia politik Indonesia. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang selama ini mendominasi berbagai wilayah dengan basis massa kuat, menghadapi kekalahan di  4 provinsi besar. Fenomena ini menjadi sinyal perubahan dinamika politik nasional sekaligus tantangan besar bagi partai berlambang banteng tersebut.

Kekalahan di provinsi-provinsi besar  seperti Jawa Barat, Sumatera Utara, Banten, dan  Jawa Tengah  mencerminkan pergeseran preferensi politik masyarakat.  Salah satu contohnya wilayah Jawa Tengah ang dikenal sebagai kandang Banteng , PDIP  harus mengakui keunggulan suara pasangan Ahmad Luthfi dan Taj Yasin yang diusung KIM Plus

Padahal kampanye  melalui berbagai strategi telah dilakukan. Bahkan mengutip informasi dari Bocor Alus Tempo di  kanal Youtube, guna mendorong elektabilitasnya yang macet  tanpa sepengetahuan PDIP, cagub Andika Perkasa juga membentuk Tim Siluman yang  terdiri dari para purnawirawan TNI.

Meskipun upaya kampanye  dan strategi telah dilakukan ,  suara mayoritas masyarakat tetap mengalir ke  calon lain , yang dianggap lebih  dipercaya untuk  merepresentasikan aspirasi  rakyat.

Baca Juga : Bolone Pakne Tolak Praktek Politik Uang. Pilkada Sleman Harus Bersih

Untuk wilayah Jawa, berdasarkan hasil hitung cepat, PDIP hanya menang di  Propinsi DKI melalui pasangan Calon Pramono Anung dan Rano Karno.  Sehingga  kekalahan mayoritas di Pulau Jawa ini selayaknya  menjadi alarm bagi PDIP untuk melakukan introspeksi strategi Politik.

Jika PDIP dapat menjadikan kekalahan ini sebagai pelajaran, ada peluang untuk membalikkan keadaan  pada Pemilu tahun 2029  baik pada tingkat Nasional maupun lokal.

Faktor Penyebab Kekalahan

Beberapa analis politik menyoroti bahwa kekalahan PDIP tidak semata karena kekuatan lawan, tetapi juga karena kurangnya konsistensi dalam menjawab isu-isu yang relevan bagi masyarakat setempat.  Tetapi disisi lain, PDIP  terlalu meremehkan faktor  Jokowi Effect yang dianggapnya tak akan mempengaruhi elektabilitas calon yang mereka usung.

Eksplorasi penyerangan  karakter Jokowi dan keluarganya melalui sebutan “ Mulyono” dan  eksplorasi  rumor “ Fufufafa” membuat sejumlah pemilih baru justru berpindah pilihan.  Strategi ini seperti mengulang  strategi Pilpres yang   berujung kekalahan Ganjar Pranowo sebagai Calon  Jika  partai ini masih terus bersikap serupa,  saya menduga, elektabilitas  PDIP tak akan beranjak dari perolehan suara 16 persen yang selama ini mereka raih atau justru malah akan lebih rendah lagi.

Namun perlu diingat, politik adalah sebuah fenomena yang cair dan mudah berubah.  Kekalahan PDIP  dalam Pilkada 2024 di 4 Propinsi besar ini  hendaknya menjadi alarma tanda bahaya bahwa  kepercayaan rakyat  merupakan satu hal yang harus diperjuangkan.   Partai ini tak lagi  bisa berpuas diri dengan menjual ide Soekarno-isme  tanpa kemasan yang sesuai dengan karakter para pemilih saat ini.

Baca Juga : Awas, Pemilih Jateng Paling Toleran Terhadap Praktek Politik Uang

Lebih dari itu, Partai ini hendaknya mulai melakukan evaluasi bahwa ideologi Soekarno-isme itu berbeda dengan Mega-isme.

Dengan demikian, PDIP perlu membuktikan kepada publik bahwa mereka merupakan partai yang benar-benar demokratis, bukan sekadar partai keluarga.  Sebab, dimasa yang akan datang tantangan baru yang lebih besar  mau tak mau harus mereka hadapi.  (*/)

Komentar