Teras Malioboro News – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 menjadi panggung yang penuh kejutan bagi dunia politik Indonesia. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang selama ini mendominasi berbagai wilayah dengan basis massa kuat, menghadapi kekalahan di 4 provinsi besar. Fenomena ini menjadi sinyal perubahan dinamika politik nasional sekaligus tantangan besar bagi partai berlambang banteng tersebut.
Kekalahan di provinsi-provinsi besar seperti Jawa Barat, Sumatera Utara, Banten, dan Jawa Tengah mencerminkan pergeseran preferensi politik masyarakat. Salah satu contohnya wilayah Jawa Tengah ang dikenal sebagai kandang Banteng , PDIP harus mengakui keunggulan suara pasangan Ahmad Luthfi dan Taj Yasin yang diusung KIM Plus
Padahal kampanye melalui berbagai strategi telah dilakukan. Bahkan mengutip informasi dari Bocor Alus Tempo di kanal Youtube, guna mendorong elektabilitasnya yang macet tanpa sepengetahuan PDIP, cagub Andika Perkasa juga membentuk Tim Siluman yang terdiri dari para purnawirawan TNI.
Meskipun upaya kampanye dan strategi telah dilakukan , suara mayoritas masyarakat tetap mengalir ke calon lain , yang dianggap lebih dipercaya untuk merepresentasikan aspirasi rakyat.
Baca Juga : Bolone Pakne Tolak Praktek Politik Uang. Pilkada Sleman Harus Bersih
Untuk wilayah Jawa, berdasarkan hasil hitung cepat, PDIP hanya menang di Propinsi DKI melalui pasangan Calon Pramono Anung dan Rano Karno. Sehingga kekalahan mayoritas di Pulau Jawa ini selayaknya menjadi alarm bagi PDIP untuk melakukan introspeksi strategi Politik.
Jika PDIP dapat menjadikan kekalahan ini sebagai pelajaran, ada peluang untuk membalikkan keadaan pada Pemilu tahun 2029 baik pada tingkat Nasional maupun lokal.
Faktor Penyebab Kekalahan
Beberapa analis politik menyoroti bahwa kekalahan PDIP tidak semata karena kekuatan lawan, tetapi juga karena kurangnya konsistensi dalam menjawab isu-isu yang relevan bagi masyarakat setempat. Tetapi disisi lain, PDIP terlalu meremehkan faktor Jokowi Effect yang dianggapnya tak akan mempengaruhi elektabilitas calon yang mereka usung.
Eksplorasi penyerangan karakter Jokowi dan keluarganya melalui sebutan “ Mulyono” dan eksplorasi rumor “ Fufufafa” membuat sejumlah pemilih baru justru berpindah pilihan. Strategi ini seperti mengulang strategi Pilpres yang berujung kekalahan Ganjar Pranowo sebagai Calon Jika partai ini masih terus bersikap serupa, saya menduga, elektabilitas PDIP tak akan beranjak dari perolehan suara 16 persen yang selama ini mereka raih atau justru malah akan lebih rendah lagi.
Namun perlu diingat, politik adalah sebuah fenomena yang cair dan mudah berubah. Kekalahan PDIP dalam Pilkada 2024 di 4 Propinsi besar ini hendaknya menjadi alarma tanda bahaya bahwa kepercayaan rakyat merupakan satu hal yang harus diperjuangkan. Partai ini tak lagi bisa berpuas diri dengan menjual ide Soekarno-isme tanpa kemasan yang sesuai dengan karakter para pemilih saat ini.
Baca Juga : Awas, Pemilih Jateng Paling Toleran Terhadap Praktek Politik Uang
Lebih dari itu, Partai ini hendaknya mulai melakukan evaluasi bahwa ideologi Soekarno-isme itu berbeda dengan Mega-isme.
Dengan demikian, PDIP perlu membuktikan kepada publik bahwa mereka merupakan partai yang benar-benar demokratis, bukan sekadar partai keluarga. Sebab, dimasa yang akan datang tantangan baru yang lebih besar mau tak mau harus mereka hadapi. (*/)
Komentar