Kinerja Ekonomi Triwulan III 2023 Melambat, Tetapi Pertumbuhan Konsumsi Cukup Sehat

Awal Desember 2023, Mandiri Spending Index (MSI) Catat Angka 188,2

JAKARTA – Kinerja ekonomi Indonesia pada triwulan III 2023 tercatat 4,94% atau lebih lambat dibandingkan triwulan II 2023 yang sebesar 5,17%. Namun demikian, pertumbuhan konsumsi masih cukup sehat. Ini sejalan dengan pertumbuhan investasi yang masih terakselerasi terutama investasi bangunan dan penyelesaian beberapa proyek infrastruktur.

Menurut Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro, konsumsi menjelang akhir tahun menunjukkan kenaikan. Memasuki awal Desember 2023, Mandiri Spending Index (MSI) mencatatkan angka 188,2. Ini menunjukkan bahwa belanja masyarakat 88.2% lebih tinggi dibandingkan periode sebelum pandemi (Januari 2020).

“Secara bulanan, nilai belanja masyarakat di bulan November 2023 mencatatkan angka 177,8 lebih tinggi 40,1% dibandingkan bulan yang sama tahun lalu (MSI Juli 2023 mencatatkan sebesar 126,9). Berdasarkan wilayah, belanja di seluruh daerah menunjukkan akselerasi, kecuali Bali dan Nusa Tenggara,” kata Andry saat Mandiri Economic Outlook 2023 di Jakarta, Selasa (19/12/2023).

Ditambahkan Andry, secara kelompok pendapatan, belanja masyarakat dari kelompok terbawah-konsumen dengan saldo tabungan di bawah Rp 1 juta- mulai menunjukkan perlambatan. Secara bulanan, belanja masyarakat kelompok terbawah di November sedikit lebih rendah dibandingkan bulan Oktober 2023.

Di sisi lain, lanjut Andry, penurunan tingkat tabungan kelompok ini, yang sejak Mei terus tergerus, mulai melandai. Hal ini menunjukkan bahwa berkurangnya tabungan masyarakat kelompok bawah mulai berdampak pada belanja mereka.

“Sementara itu kelompok menengah—mereka dengan saldo tabungan Rp1-10 juta—relatif stabil dan berada pada kisaran 166,4,” paparnya.

Andry mengungkapkan bahwa perlambatan ekonomi global menyebabkan penurunan ekspor, namun kinerja neraca perdagangan masih mencatatkan surplus. Selama periode Januari – November 2023, surplus neraca perdagangan tercatat sebesar USD 33,6 miliar. Angka ini tercatat menurun dibandingkan surplus pada periode yang sama tahun lalu sebesar USD50,5 miliar.

Dengan kinerja neraca perdagangan tersebut, Neraca Transaksi Berjalan (NTB) atau Current Account Balance Indonesia selama tahun 2023 diperkirakan akan mencatat defisit kecil sebesar 0,2% dari PDB.

Secara sektoral, sektor-sektor terkait mobilitas, seperti sektor transportasi dan pergudangan, hotel dan restoran dan informasi dan komunikasi, masih menjadi penopang pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga 2023.

“Kami melihat pada kuartal keempat, sektor-sektor terkait mobilitas akan diuntungkan ketika memasuki periode liburan hari Raya Natal dan Tahun Baru 2024,” imbuhnya.

Namun, Andry mengingatkan bahwa di sisi lain, sektor-sektor terkait komoditas pada kuartal ketiga dan juga kuartal keempat 2023 mengalami deselarasi pertumbuhan karena koreksi harga-harga di pasar internasional. Namun demikian, harga-harga komoditas tahun 2023 dan juga 2024 masih dalam level yang menguntungkan. Kunci penting bagi kegiatan bisnis di sektor komoditas adalah melakukan efisiensi untuk mempertahankan margin keuntungan.

Adapun sektor industri pengolahan yang berorientasi ekspor pada tahun 2023 dan 2024 masih terus mendapat tekanan karena pelemahan ekonomi global. Industri yang berorientasi pasar domestik, seperti industri alat angkut, kimia dan farmasi, serta makanan-minuman (mamin) masih relatif prospektif mamanfaatkan resilience dari permintaan domestik. Industri yang terkait hilirisasi yaitu industri pengolahan logam dasar, masih tumbuh tinggi walaupun masih terdeseleresi karena penurunan harga-harga komoditas.

“Angka inflasi tetap terkendali di kisaran 2% – 4% sesuai target Bank Indonesia (BI) pada tahun 2023, dan diperkirakan terus menunjukkan penurunan. Tingkat inflasi pada tahun 2023 diperkirakan akan mencapai 3% dan pada tahun 2024 akan mencapai 3.19%, tetap pada koridor BI. Pengelolaan pasokan yang baik turut menopang laju penurunan inflasi, terutama dari sisi harga pangan,” katanya.

Ke depan, Andry meyakinkan bahwa kita masih akan menghadapi berbagai risiko ekonomi global. Suku bunga AS tampaknya sudah mencapai puncaknya, namun timing untuk penurunan suku bunga masih belum pasti.

Di sisi lain, perlambatan ekonomi Tiongkok masih akan menjadi risiko bagi perekonomian Indonesia mengingat Tiongkok merupakan salah satu mitra dagang dan mitra investasi yang utama bagi Indonesia. Namun, bila Federal Reserve menurunkan suku bunga AS lebih cepat, sentimen global akan membaik dan potensi kembalinya aliran dana asing ke depan semakin terbuka.

“Sejalan dengan itu, Bank Indonesia memiliki peluang untuk menurunkan suku bunga sebesar 50 bps pada tahun 2024,” katanya memprediksi.

Bagaimanapun, penurunan suku bunga akan berimbas positif pada perekonomian. Proyeksi Bank Mandiri, ekonomi Indonesia masih akan mencatat pertumbuhan yang sehat pada 5.04% pada tahun 2023 dan 5.06% pada tahun 2024. Semua ini sejalan dengan perkiraan International Monetary Fund (IMF) bahwa ekonomi Indonesia pada tahun 2023 dan 2024 masih akan tumbuh pada kisaran 5%. Konsumsi dan aktivitas masyarakat domestik diperkirakan akan tetap solid, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga tahun 2024. Namun demikian, ekonomi Indonesia masih akan menghadapi risiko dari perlambatan ekonomi global dan masih tingginya ketidakpastian selama periode penyelenggaraan Pemilu Nasional.

Dari sektor perbankan, Andry mencatat fungsi intermediasi perbankan masih terus tumbuh positif meski mulai termoderasi. Pertumbuhan kredit tumbuh 8,99% pada bulan Oktober 2023, stabil jika dibandingkan akhir triwulan III 2023 yang sebesar 8,96%. Di sisi lain, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) juga terus melambat, tercatat sebesar 3,43% pada bulan Oktober 2023 seiring perilaku nasabah yang kembali menggunakan dananya untuk konsumsi atau investasi. Namun demikian, likuiditas perbankan secara umum masih cukup memadai, terefleksi dari rasio Loan to Deposit (LDR) yang masih berada pada 84%.

Ke depan, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) juga terus mengeluarkan kebijakan yang akomodatif bagi perekonomian dan sektor perbankan. Kebijakan repatriasi  Devisa Hasil Ekspor (DHE) serta insentif likuiditas diperkirakan akan menopang likuiditas sistem keuangan dan menopang pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

“Kami memperkirakan penyaluran kredit pada tahun 2023 dan 2024 masih akan mencatat pertumbuhan yang sehat pada 9%. Bank Indonesia juga mengindikasikan pertumbuhan kredit tahun 2023 ini akan mencapai kisaran 9% – 11%,” pungkasnya. ***