Teras Malioboro News — Terkait candaan Gus Miftah terhadap Sun Haji si penjual Es Teh yang belakangan ini viral di media sosial, mendapat tanggapan dari budayawan Sujiwo Tejo. Menurut mantan redaktur budaya harian Kompas ini, kritikan yang disampaikan kepada Gus Miftah bukan semata-mata membela pedagang tetapi memang dilandasi rasa tidak suka kepada Gus Miftah.
“ Netizen gak seneng saja sama Gus Miftah, karena mungkin kaya. Jadi ini bukan soal simpati pada tukang es, tapi mereka memang nggak seneng ( sama Gus Miftah ) “ tegas Tejo dalam tayangan Rakyat Bersuara Inews TV, Selasa (10/12/2024) malam.
Baca Juga : Rayakan 12 Tahun UU Keistimewaan DIY , Disbud Kota Yogya Gelar Wayang Cinema Anak
Selanjutnya Tejo mengatakan, pihaknya tak yakin dengan netizen yang membuly Gus Miftah sebagai pembela rakyat kecil. Mereka hanya nggak seneng dengan ustadz tersebut. Hal itu juga terjadi saat netizen menyerang ustadz Khalid Basalamah yang dinilai melecehkan wayang. Tejo mengatakan para netizen ini bukannya peduli dengan wayang, tetapi semata-mata mereka tidak suka dengan Khalid Basalamah
Pada sisi lain, lanjut Tejo , keberadaan para penjual es teh di lokasi pengajian, sesungguhnya hanya berharap iba , bukan untuk berjualan. Karena itu, jika dalam beberapa forum pengajian terlihat ustadz yang memborong dagangan penjual es teh, sesungguhnya dilandasi rasa tidak ikhlas, karena tidak ingin suasana pengajian terganggu.
“ Bayangkan, kita sedang mau berdoa ( secara khusyuk ) mereka teriak..es..es… Sekarang ( nyatanya) beredar video pengajian Gus Iqdam yang diserbu para penjual Es Teh yang minta diborong ( dagangannya ). “ ujar Tejo
Kemudian soal Gus Miftah yang dinilai melecehkan Yati Pesek, Tejo mengatakan bahwa hal tersebut sudah biasa dalam petunjukan wayang. Bahkan Yati yang mengidentikan diri dengan Yati Pesek itu sudah termasuk menghinakan diri.
Baca Juga : Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta Perkuat Pelestarian Nilai Budaya di Kalangan ASN
Terkait soal sertifkasi pendakwah, Tejo memandang hal itu tak perlu dilakukan. Sebab, menurutnya agama adalah kehidupan. Oleh karena itu tak perlu ada sertifikasi bagi pendakwah karena siapapun biasa melakukan dakwah untuk kebaikan. Karena itu, dalam agama pendapat seorang Profesor sama saja dengan pendapat tukang becak asalkan keduanya sama-sama dilandasi ketulusan.
“ Soal etika, nanti yang nyortir netizen. Jadi jangan ada sertifikasi. “ tandas Tejo. (*/)
Komentar