Memahami Kejadian, Merajut Kebahagiaan

Ustadz Sujarwo

Headline1, Oase1148 Dilihat

Teras Malioboro News – “Aku tidak peduli keadaan apapun yang aku alami, apakah yang aku senangi ataukah yang aku benci, karena aku tidak pernah tahu apakah kebaikan ada pada yang aku senangi ataukah yang aku benci.” (Umar bin Khattab)

Pada dasarnya, dalam kehidupan kita, hanya ada dua jenis kejadian. Pertama, kejadian yang kita inginkan dan impikan. Kejadian yang enak-enak dan mantap-mantap. Kedua, kejadian yang TIDAK kita inginkan dan TIDAK kita harapkan. Kejadian yang menurut kita TIDAK mantap dan TIDAK enak. Biasanya, kita sebut dengan MASALAH.

Bila kejadian yang kita inginkan dan impikan datang dalam kehidupan, pasti mudah kita terima. Sembuh dari sakit. Selamat dari musibah. Dapat jabatan. Dapat keuntungan besar dalam bisnis. Anak kita lulus sarjana atau dapat pekerjaan. Biasanya, kita ucapkan : “Alhamdulillah.” Kita bersyukur dan berterimakasih kepada Allah. Hati kita senang dan gembira.

Sampai disini dapat kita gariskan bahwa pasangan dari kejadian yang kita inginkan dan impikan itu adalah syukur. Mudah kita terima. Hati kita senang dan gembira.

Sementara itu, kalau kejadian yang tidak enak, tidak kita sukai, dan tidak kita harapkan berkunjung datang dalam kehidupan, biasanya sulit dan berat kita terima. Bahkan kita tolak. Hati kita sempit. Bawaannya sedih, resah, gelisah, kecewa, bahkan tidak jarang marah. Meskipun kita sadar bahwa kejadian itu sudah terjadi dan tidak dapat ditolak lagi. Wong sudah terjadi.

Dalam pembahasan ilmu sabar, maka kejadian yang tidak enak inilah yang kita bahas. Kejadian yang kita sebut sebagai masalah. Kejadian yang berat kita terima. Kejadian yang bikin hati kita jedag jedug. Sedih, resah, gelisah, kecewa, bahkan marah. Sementara, kejadian yang enak-enak, nantinya akan kita bahas dalam ilmu syukur.

Baca Juga : Sabar Dahulu, Bahagia Kemudian

Adakah orang yang hidup tanpa masalah? Ternyata tidak ada. Miskin atau kaya, sama-sama punya masalah. Orang lemah atau penguasa dan pejabat, sama-sama punya masalah. Muda atau tua, sama-sama punya masalah. Intinya, setiap orang punya masalah.

Masalah kesehatan. Masalah keuangan. Masalah pekerjaan. Masalah keluarga. Masalah bertetangga dan bermasyarakat. Pokoknya masalah ada di segala lini kehidupan.

Bila demikian, masalah itu adalah bagian dari hidup kita yang tidak terpisahkan. Selagi hidup, pasti ada masalah. Baru berhenti, ketika kita mati. Jadi, sewajarnya hidup itu, ya ada masalah. Tidak wajar, kalau tidak ada masalah.

Karena hidup itu sewajarnya pasti ada masalah, maka sewajarnya juga kita mengakui dan menerima adanya masalah. Kalau kita ingin hidup tanpa masalah, berarti keinginan tersebut tidak wajar. Kalau kita hidup menolak adanya masalah, lagi-lagi penolakan itu tidak wajar.

Bayangkan, kalau kita baru merasa bahagia, bila tidak ada masalah. Berarti kita tidak pernah merasa hidup bahagia. Minimal, kebahagiaan kita seperti permainan jungkat jungkit. Naik dan turun. Kadang muncul, kadang tenggelam. Sesuai dengan kejadian yang berkunjung datang. Padahal kita sangat ingin hidup bahagia yang langgeng. Baik di dunia maupun akhirat. Bahkan, dijauhkan dari siksa neraka.

Kembali ke pembahasan inti kita tentang sabar. Apakah sabar, seijin Allah, bisa mengantarkan kita untuk hidup bahagia, di tengah-tengah gelombang masalah yang menemani hidup kita? Kalau bisa, bagaimana caranya? Tunggu Payung Peneduh edisi hari Rabu.

Sebagai penutup pembahasan bagian ini, ijinkan saya menghidangkan salah satu hadist kesukaan saya.

Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim)***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar