Mendes PDTT :  Hindari  Politik Praktis, Bangun Politik Kebangsaan

Headline1, Pendidikan145 Dilihat

Teras Malioboro News — Menteri  Desa,Pembangunan Daerah  Tertinggal  dan Transmigrasi , Dr (HC) Abdul Halim Iskandar M.Pd menyampaikan, mahasiswa merupakan penyangga Indonesia, karena mahasiswa selalu berada pada garis moral force  sehingga posisi mahasiswa selalu pada idealisme gerakan yang telah mereka tancapkan.

” Para mahasiswa hendaknya tidak terjebak pada kepentingan politik praktis yang mensyaratkan keberpihakan pada salah satu blok kepentingan atau kekuatan politik tertentu. Perlu saya tegaskan, adik-adik mahasiswa hendaknya tetap pada politik kebangsaan, bukan politik praktis.  Karena hal itulah ( maka )  Indonesia ada ”  ujar Halim dihadapan ribuan mahasiswa yang hadir dalam kegiatan Pengenalan Kegiatan Kampus  bagi Mahasiswa Baru di GOR UNY, Selasa (8/8/2023)

Baca Juga : Ini Pesan GKR Mangkubumi Untuk Para Mahasiswa Baru UNY

Selanjutnya Halim mengatakan,  Bagi mahasiswa, kemerdekaan akan dicapai, hanya dengan persatuan nasional. Karenanya, kedaerahan harus dilebur menjadi satu dalam bingkai persatuan Indonesia.  Oleh karena itu, para mahasiswa harus mengawal  Negara Kesatuan Republik Indonesia.

” Saat Pemilu  pilih sesuai dengan keyakinan masing-msing, tetapi jangan lakukan kampanye politik praktis di kampus. ” tegas Halim

Ditambahkan Halim, Mahasiswa masa kini, dihadapkan pada tantangan besar dan masif. Disrupsi teknologi dan informasi, membuat masuknya pengaruh paham asing, seperti radikalisme, ekstremisme, fasisme, liberalisme, dan paham-paham lain yang bertentangan dengan Pancasila.

Mendes PDTT DR (HC) Abdul Halim Iskandar memberikan cinderamata kepada Rektor UNY Prof DR.Sumaryanto MKes AIFO

Baca Juga : Mahasiswa FT UNY Raih Medali Emas WSC ASEAN 2023

Selain itu, lanjut Halim, kita juga dihadapkan pada maraknya ujaran kebencian, hoaks, dan online bullying. Sehubungan dengan hal ini, maka mahasiswa harus dapat berperan serta dalam meningkatkan literasi digital masyarakat guna menangkal maraknya ujaran kebencian dan hoax yang diprediksi akan semakin meningkat di tahun politik ini.

Untuk itu, dibutuhkan kecerdasan, bahkan super cerdas dari kita semua, khususnya mahasiswa untuk menghalau dampak negatif yang ditimbulkan dari disrupsi ini.

Baca Juga : Wisudawan Terbaik UNY, Raih IPK Tertinggi  Karena Gemar  Membaca

Menghadapi disrupsi ini, mahasiswa tidak hanya dituntut bertindak “cerdas” berpolitik, namun juga harus “super cerdas” dalam berpolitik.

Peran politik “super cerdas” bagi mahasiswa, adalah berpartisipasi memanfaatkan teknologi untuk menciptakan inovasi-inovasi yang berguna, bagi pembangunan manusia berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa.

“ Mahasiswa tetap harus kritis, tetapi kritis yang konstruktif, bukan destruktif. “ ujar Halim. (*/SDs )

 

Komentar