Teras Malioboro News – “…Barang siapa berusaha bersabar, maka Allah akan menjadikannya bisa bersabar dan tidak ada seorangpun yang dianugerahi sesuatu yang melebihi kesabaran.” (HR. Bukhari).
Pada bagian ketujuh pembahasan ilmu sabar, kita akan membahas metode agar mudah bersabar dan tolak ukur atau indikator kalau kita bersabar. Namun sebelumnya, perlulah saya sarankan supaya pembaca berkenan mengulik kembali 6 tulisan terdahulu tentang ilmu sabar (ketik teras Malioboronews.com, pilih rubrik oase). Teristimewa pada bagian ayat-ayat perintah dan keutamaan sabar.
Sabar itu mampu menerima kejadian yang tidak enak dan tidak kita harapkan dengan ikhlas. Kita mampu menerima, semata-mata karena Allah. Semata-mata sedang menjalankan perintah Allah. Semata-mata sedang memenuhi keinginan Allah. Semata-mata karena mengingat Allah. Fokus kita pada Allah. Allah dulu. Allah lagi. Allah terus.
Oleh karena itu, metode atau cara menjalankan sabar adalah dengan berfokus pada Allah yang mengijinkan kejadian yang tidak enak itu terjadi. Bukan pada kejadiannya. Jadi, bila kita mengalami kejadian yang tidak enak, sebelum menilai, bersikap, dan mengambil tindakan apapun, maka yang pertama dan utama kita lakukan adalah mengingat Allah. Ikat kuat ingatan tersebut, jangan sampai lepas.
Kita ingat dan meyakini, kejadian yang tidak enak tersebut, terjadi hanya seijin Allah. Sedangkan, apapun yang ijinnya berasal dari Allah pasti baiknya. Ada hikmah kebaikan yang telah Allah siapkan. Ada pahala dan ganjaran yang akan Allah hadiahkan. Ada banyak dosa yang Allah akan hapuskan. Ditemani saat menjalaninya. Mudah ditolong Allah. Disempurnakan pahala kita tanpa batas. Disiapkan surga yang tinggi. Bahkan, punya peluang, memasuki surga tanpa hisab.
Bila demikian, dipastikan hati kita akan merasa plonk, legowo, dan nyaman menerima kejadian yang tidak enak dan tidak kita inginkan. Tumbuh dan berkembang rasa penghormatan kita terhadap ketetapan dan keputusan Allah. Kita sepenuhnya berbaik sangka terhadap taqdir yang Allah ijinkan dan tetapkan.
Hati yang plonk, legowo, tenang, lapang, dan nyaman saat menerima kejadian yang tidak enak itulah yang menjadi tolak ukur sabar. Sementara, hati yang plonk, legowo, tenang, lapang dan nyaman, dapat terlihat pada sikap, perkataan, dan tindakan kita yang sepenuhnya positif, sesuai dengan keinginan Allah.
Jadi, bila hati belum tenang, lapang, dan nyaman, dalam menjalani, berarti kita belum menerima dengan ikhlas. Bila belum menerima dengan ikhlas, berarti belum bersabar. Bila pikiran, sikap, perkataan, dan perbuatan kita belum memantulkan hal-hal yang positif dan baik sesuai perintah serta keinginan Allah — misal masih mengeluh, masih mengaduh, apalagi misuh-misuh. Masih susah, resah, gelisah, apalagi marah-marah — berarti kita belum menerima dengan ikhlas. Bila belum menerima dengan ikhlas, berarti belum bersabar.***
Komentar