TERAS MALIOBORO NEWS – Prihatin dengan kondisi organisasi Nahdlatul Ulama (NU) pada akhir-akhir ini, Gus dan Kiai NU yang berhimpun dalam payung Nahdliyin Nusantara menggelar Musyawarah Besar (Mubes) di Yogyakarta, Minggu 28 Januari 2024.
Keprihatinan mereka dengan kondisi akhir-akhir ini yang dinilai menggerus NU hingga terhanyut dalam arus perpolitikan jelang pemilu 2024 dan berdampak pada rusaknya Khittah NU.
Dalam jumpa pers di Cafe Ra Kopiran, Krapyak Bantul, Ketua Pelaksana Musyawarah Besar Nahdliyin Nusantara, Tuan Guru Haji Hasan Bashri Marwa mengatakan, Mubes kali ini merupakan yang kedua kali setelah terakhir 20 tahun lalu. Saat itu pada 2004, menurut Hasan Basri, digelar Mubes serupa sebelum Muktamar NU 31 Solo, di Pesantren Babagan Ciwaringin Cirebon.
“Konteks saat itu tak jauh beda dengan tahun ini, di mana pengawalan Khittah NU. KH Hasyim Muzadi saat itu mencalonkan sebagai cawapres Megawati Soekarnoputri. Kali ini juga demikian, bentuk kritik atas pelanggaran Khittah NU. Gus-gus dan Kiai yang selama ini prihatin dengan keadaan bangsa secara umum dan jamiyah Nahdlathul Ulama bergerak. Jangan sampai NU menjadi organisasi perdagangan atau berkutat pada masalah perpolitikan. Kami mengingingkan khittah teguh dan dikawal, sebagai organisasi keagamaan dan kemasyarakatan, dipandu ulama dengan kekuatan keulamaannya,” ujar Hasan Bashri
Ada beberapa hal mendasar yang membuat para gus dan kiai menggelar Mubes di Yogyakarta, jelang Konbes NU dan Harlah NU ke-101 di Yogyakarta pada tanggal 28-30 Januari. Dasar bersama Khittah NU ditambah berita dan video-video yang beredar di tengah warga NU banyak, memperlihatkan sekali Pengurus Harian NU dan Banom-Banomnya yang terlibat dalam aktivitas dukung mendukung Calon Presiden dan Wakil Presiden tertentu secara terbuka.
“Hal ini sungguh sangat meresahkan para Nahdliyin, karena penggunaan jamiyah untuk kepentingan politik praktis. Dasar nilai-nilai keulamaan, yang berpijak pada ahlussunah wal jama’ah an-Nahdliyyah, menegaskankan arti pentingnya amar ma’ruf nahi munkar, sehingga memberikan pengertian nilai-nilai ulama yang berpijak pada Ahlusunnah waljamaah adalah nilai-nilai ulama yang berpijak pada keilmuan, kejujuran, keteladanan, kerahmatan, dan mengayomi (riayatul ummah) juga tak kami lihat,” tambah Sekretaris Mubes Nahdliyin Nusantara, Zuhdi Abdurrahman.
Kelezatan Ayam Rempah Bumbu Bali di Rumah Makan Selera Sang Raja.
Tak hanya itu, Nahdliyin Nusantara juga melihat bahwa dasar-dasar politik Ahlussunnah Wal Jama’ah an-Nahdliyyah, bukan untuk mencari kemenangan-kemenangan kekuasaan, tetapi untuk menegakkan nilai-nilai moral di dalam pengelolaan kekuasaan, keadilan dan berdemokrasi yang bersih dari suap menyuap juga tak lagi muncul.
Terlebih hukum-hukum yang telah ditetapkan Muktamar NU tahun 1999 dan 2002 tentang nasbul imam dan demokrasi dan tentang money politic, bahwa mengangkat imam itu wajib yang harus disertai dengan penciptaan masyarakat demokratis, sementara money politic itu adalah haram dan pengkhianatan, karena money politic itu lidaf`il haqq litahshilil bathil juga tak lagi ada.
“Berdasarkan hubungan di dalam jamiyah itu didasarkan pada AD ART, sehingga setiap jenjang kepemimpinan di dalam jam’iyah adalah ranah kebijakan jamiyah yang juga perlu ditakar melalui ukuran-ukuran AD ART. Ketaatan pengurus jamiyah adalah puncaknya adab dalam berjamaah, dan tawashau bil haq dalam berjamaah adalah bagian dari implementasi berjamiyah yang ada AD ART-nya,” tandasnya.
Dalam persoalan Pemilihan Umum (Pemilu) yang merupakan bagian dari pelaksanaan demokrasi, PBNU diminta Nahdliyin Nusantara untuk mengambil sikap netral dan mengedepankan langkah-langkah politik kebangsaan yang mandiri dan mencerminkan karakter politik berbasis Aswaja. Rais Aam dan jajaran syuriah PBNU memiliki hak mutlak menegur dan memberhentikan pengurus PBNU yang terlibat langsung dengan praktek politik praktis dalam Pemilu.
“Memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada warga NU menyalurkan hak-hak politiknya dalam setiap Pemilu dan tidak mengarahkan secara vulgar dan murahan agar pengurus NU dari PBNU sampai MWC kepada salah paslon Capres dan Cawapres.Dengan dasar pijak di atas, kami Nahdliyin Nusantara merasa perlu mengadakan Musyawarah Besar Nahdliyin Nusantara,” tegasnya.
Dalam mubes yang diselenggarakan tersebut, akan hadir KH. As’ad Said Ali, KH. Malik Madani, KH. Asyhari Abta, KH. Chaidar Muhaimin, KH. Nawawi Yasin, Dr. Gaffar Karim, KH. M. Imam Azis dan KH. Abdul Muhaimin. ***
Komentar