Teras Malioboro News – Pada bagian pertama tulisan tentang Pentingnya Menjernihkan Hati dan Mensucikan Jiwa — sisipan tautannya dapat dilihat di Baca Juga — saya telah menyampaikan hadist tentang dua surah yang tiada bandingannya. Dalam hal memohon perlindungan dari kejahatan makhluk Allah. Yaitu, Surah Al Falaq dan Surah An Nas.
Saya juga telah memaparkan bahwa dalam Surah Al Falaq, Allah memerintahkan kita menyebut satu sifat Allah untuk meminta perlindungan dari 3 kejahatan. Perlindungan dari kejahatan malam. Kejahatan penyihir. Kejahatan orang yang mendengki.
Sementara, dalam Surah An Nas, Allah memerintahkan kita menyebut tiga sifat Allah — Rabb-nya manusia, Rajanya manusia, dan Ilah atau Sesembahan manusia — untuk meminta satu perlindungan. Perlindungan dari setan yang membisikkan kejahatan ke dalam dada manusia.
Tidak bisa tidak, hal tersebut menyuratkan bahwa kejahatan yang paling berat dan paling sulit yang kita hadapi adalah kejahatan yang berada dalam diri kita. Kejahatan yang paling merusak dan berbahaya adalah kejahatan yang bergolak di dalam hati kita. Hati dan jiwa yang dikendalikan hawa nafsu. Hati dan jiwa yang keruh dan kotor.
Baca Juga : Pentingnya Menjernihkan Hati
Menariknya, Allah menempatkan surah Al Falaq dan An Nas, didahului oleh Surah Al Ikhlas. Seolah-olah Allah mengisyaratkan bahwa memohon perlindungan kepada Allah dari kejahatan makhluknya, teristimewa dari bisikan kejahatan setan yang mengotori dan mengeruhkan hati kita, hanya bekerja bila dilandasi keikhlasan. Ikhlas ketika memulai. Ikhlas ketika mengerjakan. Tetap ikhlas setelah melaksanakan.
Allah satu-satunya motivasi dan tujuan dari tindakan kita. Allah satu-satunya yang kita sembah. Allah satu-satunya tempat kita bergantung dan bersandar. Allah satu-satunya tempat kita berharap dan meminta pertolongan.
Kita meyakini dan menyadari bahwa kita ini adalah ciptaan Allah. Kita ada karena Rahmat dan Kasih Sayang Allah. Oleh karena itu, wajar bila kita abdikan hidup dan semua perbuatan kita kepada Allah. “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. 51 : 56)
Kita meyakini dan menyadari bahwa kita ini tidak memiliki apa-apa. Semua yang ada pada kita hanyalah titipan. Allah-lah Pemilik segalanya. Minimal, kita tegaskan hal itu ketika musibah datang. “(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali).” (QS. 2 : 156)
Kita menyadari dan meyakini bahwa pada dasarnya kita tidak tahu apa-apa. Hanya tahu, apabila Allah beritahu. Oleh karena itu, dari waktu ke waktu kita meminta kepada Allah agar diberitahu jalan yang lurus. “Tunjukilah kami jalan yang lurus.” (QS. 1 : 6)
Kita menyadari dan meyakini, kita tidak mampu melakukan apa-apa. Kecuali dimampukan oleh Allah. Kecuali ditolong oleh Allah. Oleh karena itu, dalam setiap sholat, kita ulang-ulang penegasan tersebut. “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (QS. 1 : 5)
Orang-orang yang melandasi dan mengiringi seluruh perbuatannya dengan ikhlas — dari sebelum, ketika sedang, dan saat sudah melakukan — akan merasakan ketenangan, kelapangan, keluasan, dan kesenangan maupun kebahagiaan. Apapun, kejadian yang datang dalam kehidupannya. Hatinya tidak galau, gelisah, resah, takut, dan bersedih.
“Ia (Iblis) berkata, “Tuhanku, oleh karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, aku pasti akan jadikan (kejahatan) terasa indah bagi mereka di bumi, dan aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba-Mu yang telah teruji keihklasannya di antara mereka.” (QS. 15 : 39 – 40)***
2 komentar