Aktivis HAM Sebut Prabowo Remehkan Pelanggaran HAM, Begini Alasannya

Politik168 Dilihat

TerasMalioboroNews—Aktivis HAM Petrus Hariyanto atau Peter Hari mengecam pernyataan Prabowo Subianto yang disampaikan kepada Ketua Umum Partai Prima Agus Jabo Priyono dan Budiman Sudjatmiko.

Dalam pernyataanya, Prabowo meminta maaf kepada Agus Jabo dan Budiman karena semasa orde baru mengejar-ngejar mereka.

Mantan Sekjen Partai Rakyat Demokratik (PRD) ini menilai permintaan maaf Prabowo disampaikan dengan nada bercanda pada saat acara bertajuk “Suara Muda Indonesia Untuk Prabowo Gibran, di JCC Senayan, Jakarta, Sabtu (27/01/2024) yang disiarkan langsung beberapa televisi.

Menurutnya, Prabowo menganggap peristiwa pelanggaran HAM yang dilakukannya sebagai bahan candaan atau lelucon. “Sangat memprihatinkan seorang calon presiden dengan terbuka menganggap enteng praktek-praktek pelanggaran HAM masa lalu. Mantan Danjen Kopassus itu tak merasa berdosa. Persoalan pelanggaran HAM dianggap lelucon dan sesuatu yang remeh. Tak layak dia menjadi pemimpin Indonesia ke depan,” tegasnya

Bahkan, menurut Peter, untuk menjadi calon presiden saja Prabowo tidak layak. Seorang yang oleh Dewan Kehormatan Perwira di Tahun 1998 dinyatakan bersalah melakukan penculikan aktivis lalu diberhentikan dari dinas militer, seharusnya diadili dan mempertanggungjawabkan perbuatannya, termasuk mengembalikan 13 aktivis yang belum kembali.

Ketika ditanya tanggapannya terhadap Agus Jabo dan Budiman Sudjatmiko yang justru membalas candaan Prabowo dengan ekspresi tertawa, Petrus menyatakan kekecewaannya. Menurutnya, kini keduanya telah menjadi penjilat dan pencuci dosa Prabowo Subianto.

“Sama saja mereka berdua tidak mempersoalkan sisi gelap dari Prabowo. Mereka memang telah menjadi penjilat dan pencuci dosa Prabowo Subianto,” kecamnya.

Seperti diketahui, Agus Jabo dan Budiman Sudjatmiko semasa itu adalah aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang menentang dengan gigih rezim orba, sedangkan Prabowo Subianto adalah sosok jenderal yang sering melakukan kekerasan dalam menghadapi kaum pergerakan, bahkan menculik beberapa aktivis PRD kala itu (1998). (*)