Warga Wonosobo Usulkan Sri Sultan HB II Menjadi Pahlawan Nasional. Begini Respon Masyarakat.

Teras Malioboro News — Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono II diusulkan menjadi Pahlawan Nasional. Usukab berasal dari warga Desa Pagerejo, Wonosobo melalui Pemerintah Kabuoaten Wonosobo.

Sri Sultan HB II yang mempunyai nama kecil Raden Mas Sundoro, berdasarjabn catatan catatan Keraton Yogyakarta, lahir di lereng Gunung Sindoro tepatnya Desa Pagerejo, Wonosobo pada 7 Maret 1750. Masa itu adalah era sebelum berdirinya keraton Yogyakarta di era Palihan Nagari, perjanjian Giyanti di 1755.

Dokumen Keraton Yogyakarta itu diperkuat dengan keterangan dari Kepala Desa Pagerejo Akhmad Nurwadi yang mengatakan bawa, sampai saat ini warga Pagerejo meyakini bahwa Sri Sultan HB II lahir di tempat tersebut. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya kebudayaan yang berhubungan dengan Sri Sultan Hamengkubuwono II dan sampai saat ini masih melekat dan dilestarikan masyarakat Desa Pagerejo seperti kesenian berupa tarian hingga upacara atau ritus yang masih dilaksanakan tiap 70 hari sekali.

Baca Juga : Perlu Strategi Khusus Dalam Pelestarian Kawasan Cagar Budaya

Sri Sultan HB II ( Foto: Istimewa )

Pengajuan Sultan HB II sebagai Pahlawan Nasional mendapat respon dari berbagai kalangan masyarakat di Yogyalarta. Mereka menilai atas jasa dan prestasi Sultan HB 2 menjadikan layak diangkat sebagai Pahlawan Nasional.
Kabid Humas dan Pemasaran Taman Pintar Yogyakarta Agus Budi Rachmanto menilai usulan Sri Sultan HB II menjadi Pahlawan Nasional merupakan hal yang sangat wajar, mengingat banyaknya jasa yang telah dipersembahkan kepada masyarakat.

“Atas jasa dan prestasi Sultan HB 2 semasa hidupnya, menurut saya sangat layak beliau untuk dinobatkan sebagai salah satu tokoh dan pahlawan nasional kita,” jelas Agus. .
Hal senada disampaikan Manggarani, seorang akademisi yang juga peneliti yang menyebutkan, jasa-jasa perjuangan Sultan HB 2 selama masa kemerdekaan perlu diangkat guna melengkapi saksi sejarah yang dapat menjadi bahan studi kaum muda.

“Kita sebagai generasi muda selayaknya belajar atas sejarah masa lalu. Sultan HB 2 banyak jasa dan prestasi. Saya harap pemerintah bisa mengkaji lebih jauh, dan menetapkan Sultan HB 2 sebagai Pahlawan Nasional,” terangnya.

Baca  Juga : Ratusan Seniman dan Budayawan Hadiri Haul ke-99 Saptohoedojo

Sementara itu Ketua Yayasan Vasatii Socaning Lokika — Keluarga trah Sri Sultan Hamengkubuwono II — Fajar Bagoes Peoetranto menyampaikan terimakasih kepada warga dusun Pagerejo Kretek Wonosobo yg telah mendaftarkan secara resmi Sultan HB 2 sebagai calon Pahlawan Nasional, melalui Dinas Sosial PMD Kabupaten Wonosobo tanggal 20 Juni 2024 lalu.
Pihaknya berharap pendaftaran Sultan HB II ini menjadi awal yang baik menjalin kembal silaturahmi seluruh keturunan Sultan HB II yang ada berbagai daerah dan seluruh masyarkat di Indonesia akan pentingnya menjaga dan melestarikan karya arsitektur, budaya dan seni khususnya yang diwariskan Sultan HB II.
Menurutnya, warga Desa Pagerejo menjadi contoh buat kita semua ,sampai hari ini masih melestarikan tradisi budaya artefak warisan Sultan HB II salah satunya tradisi tenongan yg di laksanakan 70 hari sekali

Trah / keturunan Sri Sultan HB II, berfoto bersama. ( Foto2 : Istimewa )

Riwayat Singkat 

Menurut Wikipedia,  Sri Sultan HB II merupakan  putra kelima Sultan Hamengkubuwana I dari permaisuri Gusti Kangjeng Ratu Hageng/GKR Kadipaten. Beliau dilahirkan tanggal 7 Maret 1750 ketika ayahnya Pangeran Mangkubumi melakukan pemberontakan terhadap Mataram dan VOC. Ketika kedaulatan Hamengkubuwana I mendapat pengakuan dalam perjanjian Giyanti tahun 1755, Raden Mas Sundara juga ikut diakui sebagai adipati anom.

Pada tahun 1774 (atau tahun Jawa 1700), terjadi kegelisahan di kalangan Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta akibat mitos akhir abad, bahwa akan ada sebuah kerajaan yang runtuh.

Baca Juga :  Gelar Karya Koegata #2, Mengenalkan Tradisi Budaya Khas Yogyakarta

Dalam kesempatan itu, Raden Mas Sundara menulis kitab Suryaraja yang berisi ramalan bahwa mitos akhir abad akan gugur karena Surakarta dan Yogyakarta akan bersatu di bawah pemerintahannya. Naskah tersebut sampai saat ini dikeramatkan sebagai salah satu pusaka Keraton Yogyakarta, dengan nama Kangjeng Kyai Suryaraja.

Sultan Hamengkubuwana II  mangkat pada tanggal 3 Januari 1828 setelah menderita sakit radang tenggorokan dan akibat usia tua. Pemerintahan kemudian dipegang oleh cicitnya, yaitu Hamengkubuwana V. Berbeda dari penguasa-penguasa Kesultanan Yogyakarta lainnya, jenazah Hamengkubuwana II tidak dimakamkan di Imogiri, melainkan di kompleks pemakaman Kotagede.

Komentar