Teras Malioboro News – Saya pernah — dan masih sering — membaca Al-Quran dengan tergesa-gesa. Alasannya, karena kejar target dan tayang, ingin segera mengkhatamkan Al-Quran dengan segera. Di samping itu, tersebab ingin dapat pahala yang berlapis dan berlipat. Bukankah setiap huruf Al-Quran yang kita baca, ada sepuluh pahala kebaikan sebagai ganjarannya.
“Barang siapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka baginya satu kebaikan. Satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif laam miim itu satu huruf, tetapi aliif itu satu huruf, laam itu satu huruf, dan miim itu satu huruf.” (HR. Tirmidzi)
Meskipun dibenarkan. Namun, Rasulullah pernah mengingatkan kepada para sahabat — yang mengerti bahasa Arab — agar tidak tergesa-gesa membaca Al-Quran. Sebab, bila hal itu dilakukan, banyak makna yang dalam dan tersimpan, akan tercecer jauh di belakang.
“Barangsiapa mengkhatamkan Al-Quran kurang dari tiga hari, maka dia tidak memahaminya” (HR. at-Tirmidzi)
Lebih dari itu, Rasulullah pun pernah diingatkan oleh Allah agar tidak membaca Al-Quran dengan tergesa-gesa. Supaya Al-Quran dapat masuk meresap ke dalam dada.
“Jangan engkau (Muhammad) tergesa-gesa menggerakkan lidahmu (untuk membaca Al-Quran) karena hendak cepat-cepat menguasainya. Sesungguhnya Kami yang akan mengumpulkannya di dadamu dan membacakannya. Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya Kami yang akan menjelaskannya.” (QS. Al Qiyamah (75) : 16 – 18)
Bukan sekadar teguran untuk tidak tergesa-gesa dalam membaca Al-Quran, ayat di atas juga mengajarkan sesuatu yang lebih dalam : Al-Quran harus merasuk dan menetap di dalam dada. Ia bukan sekadar bacaan, melainkan Kalam Allah, dzikir yang menghidupkan, obat yang menyembuhkan, berita gembira yang penuh pengharapan, dan cahaya yang menunjukkan jalan : hudan, yang hanya bisa ditangkap dengan sempurna oleh hati.
“Katakanlah (Muhammad), “Barang siapa menjadi musuh Jibril maka (ketahuilah) bahwa dialah yang telah menurunkan (Al-Quran) ke dalam hatimu dengan izin Allah, membenarkan apa (kitab-kitab) yang terdahulu, dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang beriman.” (QS. Al-Baqarah (2) : 97)
Sampai di sini, dua pertanyaan masih tersisa. Pertama, hati yang bagaimana bisa menjadi tempat bersemayamnya Al-Quran. Kedua, apa tolak ukur yang bisa kita rasakan, bila Al-Quran, di hati kita telah berdiam. Mari kita renungkan dan silahkan mencoba untuk menebak-nebak jawaban.***