Menawar Kekuasaan Melalui Isu Kecurangan Pemilu

Headline1, Politik199 Dilihat

Teras Malioboro News – Saat artikel ini ditulis, Perhitungan Real Count KPU  sudah terkumpul sebanyak  76 persen.  Berdasarkan perhitungan tersebut, paslon 02 masih memimpin dengan persentase  suara sebanyak 58,8 persen, disusul paslon 01  dengan persentase  suara  24,4 dan paslon 01 memperoleh persentase suara 16,7 persen.

Sampai sejauh itu,  rumor negatif  masih saja dihembuskan oleh pihak-pihak yang merasa tidak puas dan yang merasa kalah dalam  kompetisi. Mereka menuding  dan menyebar rumor ada permainan curang dibalik angka-angka yang dipublikasikan oleh KPU.

Namun, mengutip dari pendapat Ulil Abshar Abdalla, kemenangan Paslon 02 ( Prabowo- Gibran ) terlalu besar untuk disusul  paslon lainnya.  Bahkan jika suara Paslon 01 dan 03 digabung  masih ada selisih suara yang cukup besar.

Sehubungan  dengan hal tersebut,  Direktur Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menilai,  jika sampai saat ini  Paslon 01 dan 03 belum mengakui keunggulan Paslon 02, hal itu lebih merupakan faktor politis dibandingkan mempersoalkan  hal-hal teknis. Jadi  rumor kecurangan itu sengaja dihembuskan sebagai sarana bargaining position  yang berkaitan dengan tawar menawar kekuasaan.

Baca Juga : Pemilu Satu Putaran, Pasangan Prabowo  Gibran Pemenangnya

Pendapat itu sangat masuk akal. Sebab selisih suara yang sangat jauh membuat sulit sekali  dilakukan pembuktian, karena membutuhkan pemeriksaan belasan juta lembar suara.  Berbeda halnya jika Paslon 02 hanya memperoleh suara  kemenangan tipis, maka kemenangan itu bisa digugat melalui perselisihan perolehan suara.

Tawar menawar kekuasaan itu dilakukan, karena dalam Pemilu 2024 terjadi split vote, sehingga  perolehan suara Paslon pemenang tidak seirama dengan perolehan suara Pileg. Akibatnya,  penguasa eksekutif perlu melakukan kompromi-kompromi politik dengan legislatif.  Kondisi ini yang dimanfaatkan parpol pengusung Paslon 01 dan 03 untuk menawar posisi dalam kabinet.  Meskipun secara normatif penentuan kabinet merupakan  Hak Prerogatif seorang Presiden.

Oleh karena itu, banyak pihak  menduga Kabinet Indonesia Maju Pimpinan Prabowo-Gibran nanti  formatnya tidak akan jauh berbeda dengan susunan Kabinet Indonesia Maju pimpinan Jokowi yang diisi oleh gabungan kaum Profesional serta perwakilan politisi. Hal itu semakin dipertegas dengan pernyataan Prabowo  yang akan merangkul semua pihak dalam kekuasaan.

Baca Juga : Survei LSI Tempatkan Prabowo – Gibran di Angka 56.1 Persen, Peluang Pemilu Satu Putaran

Gejala barter politik itu sudah terlihat dengan gejala merapatnya  elit parpol seperti Nasdem kepada Jokowi. Bahkan, sejumlah pengamat politik menduga, selain Nasdem nantinya PKB dan sejumlah parpol kecil yang  pada Pilpres kemarin tidak mendukung Paslon 02 akan merapat agar mendapat kue kekuasaan.

Lantas siapa yang akan menjadi Oposisi ?  Sampai saat ini belum ada pimpinan parpol yang secara tegas menyatakan akan menjadi oposisi. Bahkan  rumor Hak Angket yang konon akan digulirkan, banyak ditafsirkan juga sebagai bagian dari tawar menawar kekuasaan  seperti halnya rumor isu kecurangan Pilpres yang santer digaungkan.  Akhirnya, suka atau tidak,  politik yang berlaku dinegeri ini tak lebih  sekadar  politik dagang sapi.  (*/Sulist Ds )

Komentar