Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir Tentang Sabar

Ustadz Sujarwo

Headline1, Oase792 Dilihat

Teras Malioboro News – Mengapa meskipun kita sudah mengetahui perintah untuk bersabar. Sudah mengerti keutamaan bersabar. Sudah berusaha untuk bersabar. Namun, belum juga bisa bersabar dengan baik? Di mana letak persoalannya?

Menjawab pertanyaan tersebut, kita diingatkan dengan kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir yang tersaji dalam Al Quran pada surah Al Kahfi mulai ayat 60 sampai 82. Surah yang dianjurkan kita baca setiap hari Jumat.

Nabi Musa memohon agar diijinkan untuk mengikuti Nabi Khidir. Sekaligus nantinya, diajarkan ilmu yang dianugerahkan Allah kepadanya. Nabi Khidir, hanya mensyaratkan satu hal saja kepada Nabi Musa. Supaya Nabi Musa bisa BERSABAR. Tidak mempertanyakan hal-hal yang dilakukan Nabi Khidir, sampai saatnya, beliau menjelaskan kepadanya.

Nabi Musa, menyetujui syarat tersebut. Beliau merasa yakin dapat memenuhi syarat yang disodorkan untuk bersabar. Namun Nabi Khidir yang sejak awal menduga bahwa Nabi Musa tidak akan sanggup bersabar, justru menegaskan kalau Nabi Musa tidak akan mampu untuk bersabar.

“Dia menjawab, “Sungguh, engkau (Musa) tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana engkau akan dapat bersabar atas sesuatu, sedang engkau belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?” (QS. Al-Kahf : 67-68)

Benarlah nantinya, Nabi Musa, tidak dapat bersabar untuk tidak mempertanyakan apa yang dilakukan oleh Nabi Khidir. Bukan sekali, bahkan sampai tiga kali. Dari mulai kapal yang dibocorkan, anak kecil yang dibunuh, dan tiang rumah yang doyong, diperbaiki tanpa minta imbalan. (Mohon dibaca, dinikmati, dan direnungkan kisah tersebut secara lengkap dalam surah Al Kahfi)

Ada tiga hal yang patut digarisbawahi sebagai hikmah dari kisah di atas. Pertama, Nabi Musa tidak bisa bersabar, karena belum memiliki ilmu yang mencukupi tentang apa yang dilakukan oleh Nabi Khidir, berdasarkan ilmu — mengetahui kejadian di masa depan — yang Allah anugerahkan dan ajarkan kepadanya.

Kedua, secara simbolik (secara simbolik lho), gambaran Nabi Musa mewakili diri kita yang kerap memandang dan menilai kejadian dari sisi apa yang terjadi dan kita alami : di sini dan saat ini. Padahal rencana Allah Maha sempurna. Ibarat sinetron atau drama Korea bersambung. Kita sering memandang dan menilai keadaan pada episode 5 atau 10 yang sedang berlangsung dan kita tonton. Padahal pengarang atau sutradara, telah merencanakan sampai ujung cerita, di episode ke-16.

Ketiga, kita hanya bisa bersabar dengan baik, bila memiliki ilmu yang memadai tentang bersabar. Ini berlaku pula pada sifat baik lainnya. Bahkan berlaku juga di segala lini dalam kehidupan kita sehari-hari.

Oleh karena itu, tulisan-tulisan Payung Peneduh ke depan, akan menyelam lebih dalam lagi tentang bersabar. Supaya kita memiliki pengetahuan yang memadai tentang bersabar. Akhirnya, moga Allah bimbing dan kuatkan kita untuk menjadi orang-orang yang bersabar. Aamiin Allahumma Aamiin***

Komentar