Teras Malioboro News — Indonesia menghadapi peningkatan jumlah food waste atau makanan yang terbuang dan menjadi sampah yang mengkhawatirkan. Laporan dari sebuah badan di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa, United Nations Environment Programme (UNEP), melalui UNEP Food Waste Index Report 2021, menunjukkan negara ini menempati peringkat kedua secara global dan utamanya di Asia Tenggara dengan menghasilkan 20,93 juta ton food waste setiap tahunnya.
Di sisi lain, Perencanaan Pembangunan Nasional (Kemen PPN/Bappenas) melaporkan pembuangan limbah makanan nasional ini berdampak antara lain pada kerugian ekonomi yang mencapai 213 – 551 Triliun Rupiah per tahunnya. Kondisi ini setara nilainya dengan 4-5% Produk Domestik Bruto (PDB) tahunan Indonesia.
Yang menjadikannya miris, Indonesia menempati peringkat ke-77 dari 125 negara dalam hal risiko kelaparan sesuai laporan Global Hunger Index tahun 2023 yang diterbitkan sebagai kerja sama antara Concern Worldwide sebagai salah satu lembaga kemanusiaan yang memiliki perhatian pada kemiskinan dan Welthungerhilfe yang merupakan salah satu organisasi donor swasta terbesar di Jerman.
Baca Juga : Pemkot Yogyakarta Deklarasikan Gerakan Zero Sampah Anorganik
Dampak dari food waste pada lingkungan pun tak dapat diabaikan. Kesalahpahaman bahwa pangan terbuang bersifat organik dan dapat terurai secara hayati ini berkontribusi pada lonjakan produksi sampah makanan.
Ketika lonjakan ini tak mendapat perhatian, masalah serius seperti ancaman gas metana, pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan akibat buruknya pengelolaan sampah akan segera menjadi permasalahan baru. Food waste atau makanan yang terbuang dan menjadi sampah ini juga berkontribusi pada total emisi gas rumah kaca secara internasional
Sampah makanan telah menjadi salah satu permasalahan lingkungan yang merugikan, tidak hanya karena pemborosan sumber daya alam yang digunakan dalam produksi makanan, tetapi juga karena kontribusinya terhadap emisi gas rumah kaca. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi bagaimana sampah makanan berkontribusi terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengurangi dampaknya.
Sampah makanan adalah sisa-sisa makanan yang dibuang karena tidak dikonsumsi atau terlalu berlebihan. Proses pembuangan sampah makanan dapat menyebabkan pelepasan gas metana, yang merupakan salah satu gas rumah kaca terkuat. Ketika makanan terurai di tempat pembuangan sampah, terjadi dekomposisi yang anaerobik, atau tanpa oksigen, yang menghasilkan gas metana.
Baca juga : Diduga Buang Sampah Sembarangan, Puluhan Warga Jogja Ditangkap
Gas metana memiliki potensi pemanasan global yang jauh lebih tinggi daripada karbon dioksida (CO2), sehingga kontribusinya terhadap perubahan iklim sangat signifikan. Menurut laporan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) Perserikatan Bangsa-Bangsa, sekitar 8-10% dari emisi gas rumah kaca global berasal dari pembuangan makanan. Adapun langkah-langkah untuk Mengurangi Sampah Makanan dan Emisi Gas Rumah Kaca antara lain :
1. Edukasi Masyarakat:
Salah satu langkah pertama dalam mengatasi masalah sampah makanan adalah dengan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mengurangi pemborosan makanan. Melalui program-program edukasi dan kampanye publik, masyarakat dapat diberikan informasi tentang cara menyimpan, memasak, dan mengonsumsi makanan secara lebih efisien.
2. Manajemen Tanggal Kadaluarsa:
Restoran, supermarket, dan individu dapat mengembangkan kebijakan manajemen tanggal kadaluarsa yang lebih baik untuk mencegah pembuangan makanan yang masih layak konsumsi. Donasi makanan yang masih baik kepada organisasi amal atau penerima yang membutuhkan juga bisa menjadi solusi yang baik.
3. Kompos:
Mendaur ulang sisa-sisa makanan melalui kompos adalah cara yang efektif untuk mengurangi emisi gas metana dari tempat pembuangan sampah. Kompos dapat digunakan sebagai pupuk organik untuk tanaman, sehingga juga membantu dalam mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia.
4. Teknologi Pemrosesan:
Pengembangan teknologi pemrosesan sampah makanan yang inovatif, seperti biodigester, dapat membantu mengurangi emisi gas metana dengan memecah sisa-sisa makanan menjadi bahan bakar biogas yang dapat digunakan untuk memasak atau menghasilkan listrik.
5. Pengemasan:
Industri makanan dapat mengurangi pemborosan dengan mengembangkan pengemasan yang lebih efisien dan ramah lingkungan, serta menyediakan informasi yang jelas tentang cara menyimpan makanan dengan benar untuk memperpanjang umur simpannya. (*/SDs )
Komentar