Teras Malioboro News – Pernikahan sepasang anjing ras Bernama Luna dan Jojo yang viral di media sosial menuai banyak kecaman. Prosesi pernikahan yang menelan biaya ratusan juta tersebut dinilai mencederai nilai-nilai budaya Nusantara khususnya budaya Jawa yang sangat luhur.
Kepala Dinas Kebudayaan DIY Dian Lakshmi Pratiwi SS MA sangat menyayangkan dan menyatakan ketidak setujuannya atas terselenggaranya kegiatan The Royal The Royal Wedding Jojo dan Luna, yang terpublikasi secara viral pada media sosial.
“ Upacara adat pernikahan, khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta dan tradisi Jawa pada umumnya, baik prosesi adatnya maupun nilai/marwahnya telah dilindungi secara hukum oleh negara melalui UURI Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dan Perda Istimewa Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pemeliharaan dan Pengembangan Kebudayaan. Obyek kebudayaan yang disebut dengan Upacara Daur Hidup: “ ungkap Dian seperti ditayangkan melalui akun Instagram resmi Dinas Kebudayaan DIY @ tasteofjogja, Rabu (19/7/2023)
Baca Juga : Perlu Strategi Khusus Dalam Pelestarian Kawasan Cagar Budaya
Selanjutnya Dian menjelaskan, Tatacara Palakrama telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia pada tahun 2017 dengan nomor sertifikat 60073/MPK.E/KB/2017. Selain itu, di dalam prosesinya, secara khusus Busana Mataraman Yogyakarta sebagai karya budaya juga telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia tahun 2020 dengan nomor Sertifikat 12945/MPK.F/KB/2020.
Sehubungan dengan hal tersebut, lanjut Dian, sudah menjadi kewajiban Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan aksi pelestarian fisik dan nilainya, ketika terjadi penyimpangan yang berakibat pada terdegradasi dan terdistorsinya nilai dan marwah upacara daur hidup tersebut. Untuk itu, kami berupaya kejadian tersebut tidak akan terulang.
Baca Juga : Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta Kembali Gelar Pelatihan Bahasa dan Sastra Jawa
Terkait perihal ipacara adat pernikahan, Dian berpendapat bahwa prosesi pernikahan merupakan suatu tradisi yang menghargai dan memuliakan alam beserta isinya, termasuk di dalamnya binatang. Bahkan, terdapat juga keberadaan upacara adat / tradisi yang menghargai binatang dalam peran, kodrat dan peruntukannya baik fisik maupun maknawinya, misal Gumbregan di Kabupaten Gunungkidul DIY.
“ Pada intinya, manusialah yang harus berbudaya untuk bisa memahami dan menerapkan semua ekosistem kebudayaan berjalan sesuai kodrat alamiah dan peruntukannnya. Oleh karenanya, semestinya kita menjaga warisan tradisi leluhur kita dengan bijaksana dan budaya ditempatkan sebagaimana budaya itu memberikan nilai ajaran moral yang baik. “ tegas Dian. (*)
Komentar