Fadli Zon Buka Peringatan Hari Kebudayaan Nasional di Jogja, Ini Deretan Acaranya

Headline1, Jogja Raya262 Dilihat

TerasMalioboroNews–Saat Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyalakan Obor Budaya Abadi di Benteng Vredeburg pada Kamis malam (16/10/2025), itu bukanlah sekadar seremoni. Itu adalah sebuah penegasan. Pemilihan Yogyakarta sebagai tuan rumah perdana Hari Kebudayaan Nasional bukanlah keputusan acak, melainkan sebuah pilihan strategis yang sarat dengan makna sejarah, sosial, dan simbolis.

Lebih dari sekadar lokasi, Yogyakarta diposisikan sebagai “titik nol” atau jantung dari kebangkitan kembali ekspresi budaya Indonesia di era baru.

1. Ibu Kota Kebudayaan de Facto

Alasan pertama dan paling mendasar diungkapkan langsung oleh Fadli Zon. Menurutnya, Yogyakarta secara de facto adalah ibu kota kebudayaan Indonesia. Ide untuk menetapkan Hari Kebudayaan pun lahir dari denyut nadi kreativitas kota ini.

“Yogyakarta boleh dibilang ibu kota kebudayaan kita juga. Inisiator atau pengusul Hari Kebudayaan ini datang dari Yogyakarta, didukung oleh seniman dan budayawan lain di tanah air,” ujar Fadli Zon.

Dengan kata lain, pemerintah hanya meresmikan apa yang sudah hidup dan berakar kuat di tengah masyarakat Yogyakarta.

2. Cerminan Bhinneka Tunggal Ika yang Hidup

Semangat utama Hari Kebudayaan adalah merayakan Bhinneka Tunggal Ika. Tidak ada kota lain di Indonesia yang merepresentasikan semangat ini secara lebih nyata dalam kehidupan sehari-hari selain Yogyakarta.

Rangkaian acara yang digelar selama tiga hari (16-18 Oktober) menjadi buktinya. Dari ritual sakral Ruwat Nusantara yang melibatkan masyarakat adat, Karnaval Bhinneka Tunggal Ika yang semarak di Malioboro, hingga kolaborasi dalang milenial Herjuno Pramariza dengan seniman kethoprak, semuanya adalah cerminan dari bagaimana keragaman bisa hidup harmonis dalam satu panggung.

3. Simbol Sejarah dan Kebangkitan

Penetapan 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan bukanlah tanpa alasan. Tanggal tersebut merujuk pada momen bersejarah ketika Presiden Soekarno menetapkan Garuda Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika pada 17 Oktober 1951.

Menggelar peringatan perdana di Yogyakarta—kota yang pernah menjadi ibu kota revolusi dan tempat lahirnya banyak gagasan kebangsaan—memberikan bobot sejarah yang kuat. Ini sejalan dengan visi Fadli Zon bahwa Hari Kebudayaan menandai “kebangkitan” ekspresi budaya setelah berdirinya Kementerian Kebudayaan sebagai lembaga mandiri.

Dengan demikian, Yogyakarta tidak hanya berfungsi sebagai lokasi. Kota ini adalah narasi itu sendiri: tempat di mana ide lahir, keberagaman dirayakan, dan sejarah kebangsaan terus dijaga. Peringatan ini menegaskan bahwa untuk melangkah ke masa depan budaya yang gemilang, Indonesia perlu kembali ke jantungnya. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *