Teras Malioboro News – “Aku tidak peduli terhadap keadaan senang dan susah ku, karena aku tidak tahu manakah diantara keduanya yang lebih baik bagi ku. “Pada akhirnya, takdir Allah itu selalu baik. Walau kadang, perlu air mata untuk menerimanya.” (Umar bin Khattab)
Allah mendidik dan membimbing kita melalui empat saluran. Pertama dengan Wahyu, yang terkumpul di dalam kitab suci. Kedua, melalui para Rasul dan Nabi. Ketiga, lewat penciptaan alam semesta dan isinya. Keempat, via sarana kejadian atau peristiwa yang terjadi dalam kehidupan.
Allah membimbing dan mendidik kita melalui peristiwa dan kejadian. Baik peristiwa yang kita sukai dan harapkan maupun lewat musibah, berupa kejadian yang tidak kita inginkan dan tidak kita impikan.
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.” (QS. 21 : 35)
“Maha Suci Allah yang menguasai (segala) kerajaan. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS. 67 : 1-2)
Justru yang terakhir ini — bimbingan dan pelajaran lewat sarana musibah atau kejadian yang tidak enak dan tidak kita sukai —- biasanya lebih tajam dan lebih dalam. Lebih menggedor dan nendang. Lebih meninggalkan bekas dan goresan. Seumpama pahatan di kayu dan bebatuan. Tidak lekang oleh panas dan tidak lapuk oleh hujan.
Baca Juga : Ramadhan dan Sempurnanya Puasa
Akan tetapi, pelajaran dan bimbingan melalui kejadian yang tidak kita inginkan, biasanya harus kita lalui dengan lelah dan rasa sakit. Seumpama mendaki puncak gunung tertinggi. Sementara saat mendaki, jalan terjal, licin, dan berduri, bisa saja merintangi.
Meskipun demikian, karena kita tahu dan sadar bahwa peristiwa serta kejadian yang menyakitkan itu hanyalah sarana bagi Allah dalam membimbing dan mendidik kita, maka kita menerimanya dengan hati lapang, tenang, dan senang.
Hati kita tenang, lapang, dan senang, karena kita paham bahwa kejadian tersebut menjadi jembatan kita agar lebih dekat, bahkan ditolong dan dibersamai Allah (QS. 2 : 153). Titian bagi kita agar hidup bahagia di dunia maupun akhirat (QS. 25 : 75 dan 39 : 10).
Bila sudah sampai pada tahapan ini, kejadian yang tidak enak dan tidak kita harapkan, tidak lagi kita rasa dan pandang sebagai masalah. Apalagi musibah. Ia berubah sama sekali.
Baca Juga : Hebatnya Orang Beriman
Kita terima sebagai rahmat dan berkah dari Allah. Sehingga, yang muncul bukan hanya penerimaan. Tapi ungkapan rasa syukur dan terimakasih kepada Allah yang Maha Rahman. Kita bersabar dengan ikhlas dan berpayung syukur.
Dalam konteks ini, kita memahami pernyataan Aisyah bahwa Rasulullah ketika melihat atau mendapatkan sesuatu yang disukai, beliau mengucapkan, “Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihat (Segala puji hanya milik Allahyang dengan segala nikmatnya segala kebaikan menjadi sempurna).”
Sementara ketika beliau melihat atau mendapatkan sesuatu yang tidak disukai, beliau mengucapkan, “Alhamdulillah ala kulli hal [Segala puji hanya milik Allah atas setiap keadaan dan kejadian).”***
Komentar