Teras Malioboro News – Bila kita mengikuti pengajian rutin Ridho Allah di Masjid Prayan, ada kebiasaan unik. Ustadz Erika selaku pembuka acara pengajian selalu mengingatkan dan menghimbau agar jamaah mengosongkan diri. Selayaknya gelas kosong. Tujuannya supaya hidayah dan ilmu mudah masuk ke hati.
Kuncinya merasa masih kosong. Merasa belum dan tidak tahu. Merasa masih kurang. Merasa belum dan tidak cukup. Merasa belum dan tidak mampu.
Karena memang pada dasarnya kita tidak tahu apa-apa. Pada faktanya, kita hanya mengetahui sedikit saja. Hanya kesombongan dan ketidak sadaran, yang membuat kita merasa tahu dan mampu segala.
“Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia. Yang mengajar manusia dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. 96 : 3 – 5)
“Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang roh, katakanlah, “Roh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya sedikit.” (QS. 17 : 85)
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur.” (QS. 16 : 78)
Baca Juga : Malaikat, Iblis, dan Adam
Saat saya menerangkan hal di atas, pernah ada jamaah bertanya, “Pak Ustadz, tolong beri contoh yang sederhana, manfaat kita merasa tidak tahu?”
Coba kita bayangkan kalau kita berjalan di tempat yang asing. Apalagi di malam hari, maka kita akan lebih hati-hati. Rasa, pikir, dan panca indra kita berada dalam mode waspada penuh. Semua hidup, bekerja, dan berfungsi. Karena kita tidak tahu apa yang bisa terjadi selangkah ke depan. Berbeda kalau kita berjalan di siang hari. Apalagi daerah yang sudah kita kenal.
Coba kita renungkan. Bukankah kita belajar tekun dan bekerja keras, karena kita bersiap menghadapi masa depan yang tidak kita ketahui dengan pasti. Begitu pula, bukankah kita beribadah sedemikian rupa, dalam rangka menghadapi kehidupan setelah kematian yang juga tidak kita ketahui dengan pasti : apakah kita selamat atau tidak?
Sampai di sini, tidak jarang ada jamaah yang mengajukan pertanyaan. “Pak Ustadz, bukankah ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi berkembang luar biasa pesat? Atas dasar logika semacam apa, kita bisa menerima argumen yang Pak Ustadz sampaikan?”
Jawaban untuk pertanyaan ini, insya Allah, saya paparkan esok pagi. Sebab, waktu sudah menunjukkan jam. 06.00. Hatta naltaqi ghadan. Moga Allah payungi kita pada hari ini dengan keberkahan, rezeki yang melimpah, dan kebahagiaan.***
Komentar