Sadar Sepenuhnya Saat Hidup

Oleh : Ustadz Sujarwo

Oase119 Dilihat

Teras Malioboro News – Ketika kita wafat, seolah-olah baru kita hidup. Karena banyak di antara kita, baru sadar setelah kematian bertamu. Setelah wafat, baru menyadari betapa pentingnya iman. Setelah wafat, baru menyadari betapa pentingnya sedekah dan menebar kebaikan.

Tidak sekali, Allah mengulang berkali-kali di dalam Al Quran tentang hal tersebut. Sebut saja dalam Surah Al Mukminun ayat 99 sampai 100. Surah Al Munafiqun ayat 10 sampai 11. Surah As Sajdah ayat 12. Allah lakukan itu, karena pentingnya hal tersebut dan sayangnya Allah kepada kita. Allah tidak ingin, sesal datang kemudian. Setelah kematian datang.

Hari ini, mungkin kita menganggap bahwa mendapatkan uang dan harta lebih berharga dari sujud saat sholat. Indikatornya apa? Kita kerap mendahulukan pekerjaan daripada panggilan sholat. Kita lebih cemburu melihat orang naik mobil bagus, daripada orang yang sujud dan bertafakur. Kita lebih menginginkan menjadi orang yang naik mobil itu, dari pada orang yang sujud merunduk.

Nanti ketika kematian datang dan kita dibangkitkan, kita baru sadar mana yang penting dan mana yang sia-sia. Mana yang bermanfaat dan mana yang tidak berguna. Mana yang membela dan mana yang menyerang kita. Mana yang meringankan kita dan mana yang memberatkan.

Baca Juga : Perjalanan Menjernihkan Hati

Hal ini bukan berarti kita tidak boleh hidup berkecukupan, bahkan berkelebihan. Bukan bermakna kita terlarang bekerja keras dan membanting tulang. Bukan hendak mempertentangkan dan meletakkan  berhadap-hadapan agar saling menepikan dan menegasikan. Bukan demikian.

Kita hendak meletakkan seluruh aktivitas kita dalam urutan yang benar. Kita ingin menempatkan seluruh aktivitas kita dalam kerangka ibadah. Apapun itu. Supaya semuanya dihitung sebagai amal sholeh. Sehingga, tidak saja bermanfaat di dunia. Tapi juga bernilai di akhirat kelak.

Artinya, kita tetap bekerja seperti biasa. Kita tetap boleh bermimpi memiliki kendaraan mewah dan berikhtiar ke arah sana. Kita tetap boleh memiliki asa hidup sukses, berkelimpahan, dan berkelebihan. Asalkan diletakkan sebagai bagian dari ibadah. Diletakkan tanpa menomor duakan ibadah utama yang wajib kita tegakkan.

Bagaimana bisa? Bagaimana metode atau caranya? Tunggu di tulisan berikutnya.***

Komentar