TERAS MALIOBORO NEWS – Pembinaan siswa yang digagas Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Dikpora) DIY bekerja sama dengan Science Hunter Indonesia (SHI) telah membuahkan banyak karya inovatif di lingkungan pendidikan Yogyakarta. Salah satu terobosan kreatif datang dari dua siswa SMAN 1 Bambanglipuro, Abdul Rahmat Al Rasyid dan Angel Mega Shafira, yang berhasil menciptakan wayang vegan berbahan serat pelepah pisang. Karya tersebut lahir berkat bimbingan guru mereka, Anggraeni Ratna Winanti MPd, yang sejak awal mendorong siswa untuk berani berinovasi dari masalah yang ada di sekitar.
Gagasan membuat wayang vegan ini bermula dari kondisi di Kabupaten Bantul yang memiliki potensi limbah pelepah pisang cukup besar. Limbah yang menumpuk bukan hanya menimbulkan masalah estetika, tetapi juga menimbulkan polusi dan menjadi tempat berkembang biaknya serangga. Dari realitas tersebut, Rasyid dan Angel melihat peluang untuk mengolah pelepah pisang agar memiliki nilai guna lebih tinggi. Mereka kemudian bereksperimen hingga akhirnya berhasil membuat lembaran vegan nabati yang teksturnya menyerupai kulit hewan, yang selama ini lazim digunakan dalam pembuatan wayang. Lembaran itu lalu ditatah menjadi tokoh wayang dengan hasil yang menyerupai wayang tradisional.
Selama ini, wayang biasanya dibuat dari kulit sapi, kambing, atau kerbau. Bahan tersebut memang kuat, tetapi proses penyelesaiannya kerap menimbulkan dampak negatif. Industri kulit memerlukan penggunaan bahan kimia, seperti kromium, yang dalam jangka panjang dapat mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia. Limbah cair maupun padat dari industri kulit menjadi salah satu faktor penyumbang pencemaran yang signifikan. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan penting munculnya alternatif baru yang lebih ramah lingkungan.
Baca Juga : AKN SB Sosialisasikan Bahaya Judol Lewat Wayang
Wayang vegan berbahan pelepah pisang ini hadir sebagai jawaban atas masalah tersebut. Selain lebih aman bagi kesehatan karena tidak menimbulkan iritasi ataupun alergi, bahan ini juga memiliki ketahanan yang baik. Serat pelepah pisang tidak mudah menyusut akibat pengaruh suhu, dapat terurai secara alami (biodegradable), dan proses pembuatannya tidak menghasilkan emisi berbahaya. Dengan demikian, inovasi ini tidak hanya mengatasi persoalan limbah pertanian, tetapi juga berkontribusi pada upaya menjaga keseimbangan lingkungan hidup.
Inovasi dari siswa SMAN 1 Bambanglipuro ini mendapatkan apresiasi luas dari berbagai kalangan. Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kebudayaan, Dinas Pariwisata, Dinas Pendidikan, serta Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian, dan Perdagangan Kabupaten Bantul memberikan dukungan atas upaya tersebut. Kalangan akademisi pun turut mengapresiasi. Dosen Jurusan Kriya ISI Yogyakarta, Agung Wicaksono, M.Sn., menilai hasil tatah wayang vegan ini halus dan presisi. Bahkan, dosen sekaligus dalang dari Jurusan Pedalangan ISI Yogyakarta, Aneng Kiswantoro, M.Sn., mengungkapkan ketertarikannya untuk mencoba memainkan wayang vegan tersebut di panggung pertunjukan. Dosen Politeknik ATK Yogyakarta, Rofiatun Nafiah, M.A., juga memberikan pujian karena inovasi ini tidak hanya memadukan kreativitas dan keterampilan, tetapi juga menyentuh aspek keberlanjutan.
Keunggulan lain dari karya ini adalah keberhasilannya beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Kepala Balai Tekkomdik Dinas Dikpora DIY, Rudy Prakanto, M.Eng., mengapresiasi inovasi siswa tersebut karena dilengkapi dengan barcode yang dapat dipindai menggunakan gawai. Melalui teknologi itu, pengguna bisa menikmati tampilan 3D interaktif sekaligus mendengar audio kisah tokoh wayang. Fitur digital ini telah divalidasi oleh Oki Pambudi, PTP dari Balai Tekkomdik DIY, yang memastikan kualitas dan akurasi informasi yang ditampilkan. Kehadiran unsur teknologi diharapkan mampu mendekatkan seni wayang kepada generasi Z yang kerap menganggap wayang sebagai kesenian kuno dan mulai meninggalkannya.
Kombinasi antara kreativitas, kepedulian lingkungan, dan pemanfaatan teknologi ini menjadikan wayang vegan dari pelepah pisang tidak sekadar karya seni biasa. Lebih dari itu, inovasi ini menjadi wujud nyata penghormatan terhadap nilai budaya wayang sekaligus upaya melestarikannya dalam bentuk yang lebih relevan dengan perkembangan zaman. Kehadiran inovasi ini menunjukkan bahwa seni tradisional dapat bertahan, bahkan semakin berkembang, jika mampu beradaptasi dengan kebutuhan dan tantangan era modern. (Chaidir)